TajukRakyat.com,- Ulasan kali ini akan membahas perbedaan takbir Idul Fitri dan Idul Adha menurut Buya Yahya.
Seperti kita ketahui bersama, tiap Idul Fitri ataupun Idul Adha, umat muslim pasti menggemakan takbir.
Hanya saja, ada perbedaan takbir Idul Fitri dan Idul Adha menurut ulama.
Sebelum membahas perbedaan takbir Idul Fitri dan Idul Adha ini, Buya Yahya mengatakan ada dua macam takbir.
Pertama takbir mursal, dan kedua takbir muqayyad.
“Takbir mursal itu adalah takbir yang tidak terikat dengan waktu salat yang bisa dilaksanakan di jalan-jalan raya atau seterusnya, atau di pasar-pasar,” kata Buya Yahya, dilihat dari channel YouTube Al-Bahjah TV.
Sedangkan takbir muqayyad, kata Buya Yahya, adalah takbir yang dibaca atau dikumandangkan setelah melakukan salat.
“Para ulama mengatakan takbir muqayyad dilakukan setelah salat, ada pada salat Idul Adha dimulai pada waktu subuh hari arofah sebelum menyembelih kambing,” ungkap Buya Yahya.
Ia menerangkan, misalnya keesokan hari akan dilaksanakan salat Idul Adha, maka setelah salat subuh disunahkan membaca takbir.
“Setelah habis salat, tidak disunnahkah secara khusus untuk takbir di jalan-jalan,” kata Buya Yahya.
Untuk takbir mursal, lanjut Buya Yahya, takbir tersebut tidak terikat dengan waktu salat.
Dan takbir mursal berlaku untuk Idul Fitri.
Buya Yahya menjelaskan, jika sudah diketahui keesokan hari waktu Idul Fitri tiba, maka di sore hari setelah terbenam matahari disunahkan untuk membaca atau mengumandangkan takbir.
“Takbir mursal itu Anda bebas di jalan-jalan mana, Anda boleh, itu mursal yang tidak terikat oleh waktu,” terang Buya Yahya.
Lantas, sampai kapan takbir dibaca atau dikumandangkan?
“Sampai imam melakukan salat, dan imam berdiri di mimbar,” terang Buya Yahya.
Namun setelah imam turun dari mimbar tidak dibaca lagi.
Lantas, bagaimana dengan salat Idul Adha?
Apakah bisa membaca takbir mursal?
“Salat Idul Adha pun juga ulama mengatakan ada mursal yang bisa dikumandangkan. Cuma bedanya dengan muqayyad yakni kalau Idul Adha mursalnya sama dengan takbir mursal Idul Fitri,” terang Buya Yahya.
Menjelang maghrib jelang Idul Adha, takbir mursal bisa dibaca atau dikumandangkan.
“Cuma ada sebahagian yang mengatakan bahwasannya maghrib menjelang arofah itulah waktunya untuk mursal, kita bisa kumandangkan di masjid-masjid, musala-musala dan seterusnya, termasuk takbir keliling itu dalam rangka mengangkat syiar takbir di mana-mana,” tambahnya.
Kemudian, apakah ada takbir setelah salat untuk Idul Fitri?
“Jawabnya adalah menurut jumhur ulama tidak ada takbir setelah salat di hari raya Idul Fitri, artinya setelah salat maghrib di hari raya Idul Fitri tidak ada takbir, setelah isya juga enggak ada takbir. kKrena di dalam salat hari raya Idul Fitri itu tidak ada takbir muqayyat, takbir yang terikat dengan waktu salat,” jelas Buya Yahya.
“Kecuali yang dikatakan oleh Imam Nawawi boleh, maka kita mengambil perkataan Imam Nawawi, maka di sini biarpun habis salat kita tetep (bisa membacanya), biarpun di hari raya Idul Fitri, maka Anda boleh melakukan takbir setelah salat,” tuturnya.
Hanya saja, lanjut Buya Yahya, paling disyiarkan takbir di luar salat
“Misalnya sedang masak, takbir, dzikir yang lainnya dikurangi perbanyak takbir, karena sunnahnya hari itu adalah takbir,” terangnya.
Selesai melaksanakan salat lima waktu pun menurut Imam Nawawi juga boleh takbir.
“Dari perkataan itu maka kita pakai saja takbir setelah salat, anggap saja niatnya bukan setelah salat. Wong selesai salat kok,” ujar Buya Yahya.
Kemudian Buya Yahya pun menyimpulkan anggap saja sama dalam hal ini biar mudah, cuma kalau takbir yang setelah salat untuk hari raya Idul Adha dimulai dari subuh hari arofah, berakhir hari ketiga hari tasyrik, setelah Ashar selesai.
Takbiran :
Pada hari raya Fithrah dan Haji disunahkan membaca takbir diluar salat dan waktunya sebagai berikut :
a. Pada hari raya Fithrah takbir dimulai dari terbenamnya matahari hingga imam berdiri untuk mengerjakan salat hari raya.
b. Pada hari raya Haji takbir dimulai dari Subuh pada hari ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijah) dan pada tiap-tiap salat fardlu yang lima waktu pada hari hari tanggal tersebut.
Lafaz takbiran :
اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ
ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ
اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا
وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً
ـ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ
صَدَقَ وَعْـدَهُ
وَنَصَرَعَبِدَهُ
وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ . اَللَّهُ اَكْبَرْ
اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR,
LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBAR,
ALLAAHU AKBAR WALILLAAHIL HAMDU
ALLAAHU AKBAR KABIIRAA, WAL HAMDU LILLAAHI KATSIIRAA.
WASUBHAANALIAAHI BUKRATAN WA ASHIILAA,
LAAILAAHA ILLALLAAHU WALAA NA’BUDU ILLAA IYYAA
HU MUKHLISHIINA LAHUDDHNA WALAU KARIHAL KAAFI RUN.
LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU ,
SHADAQA WA’DAHU, WANASHARA ABDAHU,
WA VAZZA jUNDAHU WAHAZAMAL AHZAABA WAHADAHU.
LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBAR.
ALLAAHU AKBAR WALILLAAHIL HAMDU.
Artinya :
“Allah Maha Besar (3 kali) Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar dan Maha Agung dan segala puji bagi Allah.
Maha suci Allah pada pagi dan petang, tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang kami sembah kecuali hanya Allah, dengan ikhlash kami beragama kepadaNya, walaupun orang-orang kafir membenci.
Tidak Ada Tuhan melainkan Allah, benar janji Nya, dan Dia menolong akan hamba Nya, dan Dia mengusir musuh Nabi Nya dengan sendiri Nya, tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Nya segala puji”.(Ibr)