TajukRakyat.com,Medan – Empat bulan berlalu sejak laporan dugaan penganiayaan dan pengeroyokan terhadap DS, seorang mahasiswa, dilayangkan ke Polda Sumatera Utara, namun hingga kini belum ada kepastian hukum.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut menilai penanganan perkara tersebut tidak profesional dan terkesan ditutup-tutupi.
Korban Dugaan Penganiayaan
DS merupakan korban dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian saat pengamanan aksi penolakan kenaikan tunjangan DPR pada 26 Agustus 2025 di Kota Medan.
Meski awalnya hanya berada di sekitar lokasi aksi, DS diduga mengalami kekerasan fisik secara tidak manusiawi.
Atas peristiwa tersebut, DS telah membuat laporan pidana ke Polda Sumut dengan Nomor: STTLP/1437/VIII/2025/SPKT/POLDA SUMUT tertanggal 30 Agustus 2025.
Selain itu, DS juga mengajukan pengaduan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumut atas dugaan pelanggaran prosedur, profesionalitas, dan proporsionalitas aparat kepolisian.
Empat Bulan Dilaporkan, Belum ada Kejelasan
Namun hingga lebih dari empat bulan sejak laporan dibuat, belum ada kejelasan mengenai perkembangan penanganan perkara tersebut.
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, menegaskan bahwa lambannya proses penanganan kasus ini merupakan bentuk pengabaian kewajiban negara dalam menjamin hak warga negara atas kepastian hukum.
“Berlarut-larutnya penanganan laporan DS menunjukkan tidak adanya keseriusan aparat kepolisian dalam menegakkan hukum, apalagi ketika terlapornya adalah anggota kepolisian sendiri. Ini mencederai rasa keadilan korban dan menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum,” ujar Irvan dalam keterangannya, kemarin.
Menurut Irvan, tindakan kekerasan yang dialami DS tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Jelas Melanggar HAM
“Kekerasan oleh aparat negara, terlebih dalam konteks pengamanan aksi, jelas melanggar HAM, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, ICCPR, serta Kode Etik Kepolisian sebagaimana diatur dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022,” tegasnya.
LBH Medan dan KontraS Sumut mendesak Kapolda Sumut, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, serta Kabid Propam Polda Sumut untuk segera mengusut tuntas laporan DS secara transparan dan akuntabel.
“Kami meminta agar proses hukum tidak berhenti di meja administrasi. Harus ada kejelasan status perkara dan pertanggungjawaban hukum bagi pelaku agar keadilan dan kepastian hukum benar-benar dirasakan oleh korban,” pungkas Irvan.(*)