TajukRakyat.com,- Sebanyak 100 lebih ekor sapi asal Australia yang hendak masuk ke Indonesia mati dalam perjalanan di laut.
Departemen Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Australia sudah mengonfirmasi kabar ini.
Sayangnya, juru bicara departemen tidak mengonfirmasi jumlah pasti kematian sapi.
“Kami telah diberitahu oleh eksportir komersial mengenai insiden yang melibatkan kematian ternak di kapal ekspor hidup yang mengekspor ke Indonesia,” katanya seperti dikutip ABC News pada Kamis (28/3/2024).
“Tidak ada indikasi bahwa penyakit hewan eksotik terlibat seperti penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit kulit berbenjol (lumpy skin),” jelasnya.
“Australia tetap bebas dari penyakit hewan eksotik ini,” tambahnya.
Ternak tersebut kemungkinan besar dikirim dari Darwin.
Dikatakan bahwa sebelum dikirimkan, izin layak untuk dibawa sudah diterbitkan dokter hewan pemerintah.
Industri Australia menduga botulisme menyebabkan kematian.
Botulisme sendiri merujuk penyakit langka yang menyebar melalui bakteri, bisa menjadi penyebab kematian ternak.
“Asumsi awal adalah bahwa ini adalah kasus botulisme, di mana hewan yang terkena dampak berasal dari satu properti,” kata Kepala Eksekutif ALEC Mark Harvey-Sutton.
“Tampaknya ada beberapa keadaan luar biasa yang menyebabkan peristiwa ini terjadi. Dan tentu saja, kita perlu memahami mengapa hal itu terjadi,” katanya.
“Eksporlah yang melaporkan sendiri hal ini. Mereka sudah sangat jelas dan transparan mengenai masalah ini selama ini, dan mereka bekerja sangat erat dengan Departemen Pertanian,” jelasnya.
“Australia yakin bahwa tidak ada bukti adanya penyakit eksotik dan Status Kesehatan Hewan kami tetap tidak berubah… Indonesia adalah mitra dagang Australia yang paling penting untuk ternak hidup dan penting bagi kami untuk bekerja sama secara erat dan transparan dengan mereka saat kami berupaya mengatasi masalah penyakit ini.”
PMK dan kulit berbenjol merupakan dua kondisi peternakan yang berpotensi membahayakan ekspor daging dan susu dari Australia.
Apalagi peternakan menyumbang miliaran ke negara itu, dengan US$1,2 miliar (Rp 19 triliun) mengutip ABS.(**)