TajukRakyat.com, Medan- Syair bernada seperti orang melantunkan ayat suci al-quran memecah keramaian Atrium Plaza Medan Fair. Syair-syair berisi pantun nasehat ini dinamakan ‘Senandong Asahan”. Suara pesenandong remaja dengan sesekali lengkingan vokalnya terdengar menyayat hati kala berpadu dengan sayatan biola, akordion dan gendang yang dimainkan pada seniman Senandong asal Asahan ini.
Drs, H, Syamsuddin, MSi, pemimpin Senandong Asahan yang ditemui wartawan, di sela-sela acara Festival Warisan Budaya Takbenda Benda Indonesia (WBTBI) Sumut, mengatakan, Senandong merupakan kesenian tradisional masyarakat Melayu Asahan. Dulunya Senandong digunakan masyarakat Melayu Asahan yang umumnya nelayan untuk mengungkapkan berbagai macam ekspresi dan memaknai kehidupan. Bisa digunakan untuk memanggil angin, bisa untuk memperkenalkan diri dengan lawan jenis atau bisa juga digunakan untuk mengekspresikan rasa syukur.
“Kalau anak-anak muda zaman dulu misalkan naksir dengan seorang perempuan untuk menarik hatinya biasanya ia bersenandong untuk memikat gadis yang ditaksirnya,”ungkap Syamsuddin.
Mulanya, kata Syamsuddin, Senandong diiringi dengan alat musik bangsi. Sejenis alat musik tiup menyerupai suling dan terbuat dari bambu. Namun dalam perkembangannya, syair-syair Senandong kini diiringi dengan beberapa alat musik seperti biola, akordion dan gendang. Meski kini diiringi dengan alat musik yang lebih modern namun tak mengurangi esensi dari Senandong karena sejatinya kekuatan Senandong ada pada bait-bait syair (pantun) yang berisi petuah-petuah dan nasehat.
Di Kabupaten Asahan sendiri, lanjut Syamsuddin, Senandong kini mulai bangkit lagi. Pihak Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan sering menggelar festival Senandong antarsekolah. Begitu juga dengan para seniman dan maestro Senandong juga selalu diminta untuk mengajarkan Senandong di sekolah-sekolah. “Kita juga sering diminta untuk mengajarkan di sekolah-sekolah. Salah satu pesenandong kita juga masih ada yang masih sekolah. Mudah-mudahan kesenian tradisional ini tetap terjaga,”sebutnya.
Optimismenya terhadap kesenian Senandong yang tetap terjaga ini seakan menenangkan hatinya. Namun ada hal lain yang membuat Syamsuddin khawatir. Eksistensi bangsi sebagai salah satu alat musik pengiring Senandong sudah jarang digunakan. Pasalnya, alat musik ini tidak sembarang dibuat. Di Asahan, kata Syamsuddin, hanya ada satu orang saja yang mahir membuat dan memainkan bangsi.
“Namanya Wak Ucok Bangsi. Saya sempat belajar bagaimana cara membuatnya dan memainkannya. Tapi belum berhasil. Dan ilmu membuat bangsi ini, masih hanya Wak Ucok saja yang bisa. Ke depan ini jadi PR kami untuk mencari generasi penerus yang mau belajar membuat dan memainkan bangsi,”katanya.
Selain Senandong, dalam Festival Warisan Budaya Takbenda Benda Indonesia (WBTBI) Sumut 2024 ini juga dipertunjukkan berbagai macam kesenian tradisional yang sudah terdaftar sebagai WBTBI. Sampai tahun 2024, Sumut baru memiliki 47 warisan budaya Takbenda (WBTB). (SM)