Petisi Penolakan Pemecatan Kompol Kosmas Mencapai 171 Ribu, Apa Dampaknya ?

Ilustrasi
Ilustrasi

TajukRakyat.com,Jakarta – Petisi penolakan pemecatan Kompol Kosmas Kaju Gae sudah mencapai 171.387 hingga Jumat 5 September 2025 siang.

Petisi penolakan pemecatan Kompol Kosmas adalah sebuah petisi yang dibuat di platform change.org oleh masyarakat yang menolak keputusan pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Kompol Kosmas Kaju Gae.

Petisi ini digalang oleh Mercy Jasinta dan ditujukan kepada Kapolri, Komisi Kode Etik dan Profesi (KKEP) Polri, Pimpinan DPR RI, serta masyarakat luas yang peduli pada keadilan.

Sanksi Pemecatan Terlalu Berat

Isi petisi menyatakan bahwa Kompol Kosmas adalah putra daerah dari Laja, Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur yang telah mendedikasikan hidupnya untuk bangsa selama puluhan tahun dengan keberanian dan tanggung jawab.

Petisi menilai bahwa sanksi pemecatan yang dijatuhi kepadanya terlalu berat dan tidak sebanding dengan pengabdiannya, dan masih ada bentuk sanksi lain yang lebih manusiawi dan proporsional tanpa harus menghancurkan karier dan nama baiknya.

Baca Juga:  Pemulung Tewas Disambar Kereta Api, Kondisi Korban Mengenaskan

Petisi ini muncul sebagai respons terhadap keputusan Kompol Kosmas yang dipecat karena dinyatakan bersalah terkait meninggalnya pengemudi ojek online akibat ditabrak dengan kendaraan taktis Brimob di Jakarta pada Agustus 2025.

Namun, banyak masyarakat yang melihat Kompol Kosmas sebagai sosok yang berjasa dan ingin agar keputusan tersebut ditinjau ulang demi keadilan.

Dampak Petisi Terhadap Putusan Pemecatan

Dampak petisi penolakan pemecatan Kompol Kosmas sampai saat ini terutama adalah sebagai bentuk tekanan dan aspirasi publik yang besar kepada institusi Polri dan pemerintah untuk meninjau kembali keputusan pemecatan tersebut.

Baca Juga:  Canda Airlangga Hartarto : Jangankan Kursi, Mik Juga Direbut

Petisi yang dibuat oleh Mercy Jasinta ini sudah mendapat dukungan ratusan ribu tanda tangan dalam waktu singkat, menunjukkan bahwa ada keprihatinan luas dari masyarakat, terutama di kampung halaman Kompol Kosmas di Nusa Tenggara Timur.

Petisi tersebut memberikan sinyal kuat kepada Kapolri, Komisi Kode Etik Polri, dan pimpinan DPR bahwa masyarakat menganggap keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terlalu berat dan tidak sebanding dengan jasa serta pengabdian Kompol Kosmas selama ini.

Para pendukung berharap keputusan ini dapat dikaji ulang dan ada sanksi yang lebih proporsional dan manusiawi, tanpa harus menghancurkan karier dan nama baiknya.

Meski belum ada perubahan resmi terkait keputusan pemecatan, gelombang dukungan dari publik melalui petisi ini membuka ruang evaluasi dan dialog mengenai keadilan dalam penegakan hukum internal Polri.

Baca Juga:  Ketua Mahkamah Syar'iyah Ajak Masyarakat Kawal Peradilan Bersih di Aceh

Petisi Sebagai Alat Perjuangan

Hal ini juga menunjukkan bagaimana opini publik dan aksi kolektif dapat menjadi kekuatan penting dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kasus-kasus aparatur negara.

Singkatnya, petisi ini berperan sebagai alat perjuangan masyarakat untuk mempengaruhi agar dipertimbangkan kembali keputusan pemecatan Kompol Kosmas di tingkat resmi Polri dan pemerintah.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *