TajukRakyat.com,Jakarta – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyampaikan kekecewaannya atas pernyataan Kepala BNPB yang menilai bahwa bencana di Sumatera Barat hanya “ributnya di media sosial saja.”
Saldi, yang berasal dari daerah terdampak bencana, menilai komentar tersebut tidak tepat dan menunjukkan perlunya evaluasi dalam proses seleksi pejabat strategis di institusi pertahanan.
Ucapan Kepala BNPB Singgung Masyarakat
Dalam keterangannya, Saldi mengatakan bahwa ucapan tersebut justru menyinggung masyarakat yang sedang menghadapi kesulitan akibat bencana.
Menurutnya, empati dan kepekaan pejabat negara, apalagi yang memegang posisi tinggi, merupakan hal yang tidak bisa ditawar.
“Ini saya nih sebetulnya agak merasa sedih juga pernyataan seorang perwira tinggi soal bencana di Sumatera Barat itu,” katanya seperti dilihat dari unggahan YouTube Hakim MK, Kamis 4 Desember 2025.
Ia menambahkan, sebagai orang yang berasal dari daerah bencana, ia merasa perlu menyampaikan keberatannya.
Baginya, pernyataan tersebut tidak hanya melukai perasaan warga yang sedang berjuang, tetapi juga memberi sinyal bahwa ada masalah dalam cara sebagian pejabat memandang persoalan kemanusiaan.
“Dan itu kan sebetulnya kita berpikir ini memang diseleksi secara benar atau tidak. Itu masa bencana dikatakan hanya ributnya di medsos saja,” ucapnya.
Saldi berharap insiden ini menjadi momentum bagi institusi pertahanan untuk memperkuat pembinaan dan memastikan bahwa pejabat publik memiliki sensitivitas yang baik dalam merespons situasi krisis.
Negara Hadir Secara Penuh
Ia menekankan bahwa masyarakat berharap negara hadir secara penuh, terutama saat rakyat sedang dilanda musibah.
“Nah itu salah satu poin sebagai orang yang berasal dari daerah bencana saya perlu sampaikan itu sekaligus untuk bisa jadi refleksi untuk TNI juga pak Wamenhan,” ucapnya.
Pernyataan BNPB Memicu Gelombang Kritik
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto yang menyebut bahwa situasi bencana “hanya mencekam di media sosial” memicu gelombang kritik dari berbagai pihak, khususnya masyarakat di daerah terdampak bencana.
Ungkapan itu dinilai tidak sensitif dan dianggap meremehkan penderitaan warga yang sedang menghadapi situasi darurat.
Pernyataan tersebut beredar luas melalui video dan kutipan yang tersebar di berbagai platform digital.
Alih-alih menenangkan publik, komentar itu justru menimbulkan kemarahan dan kekecewaan, terutama dari warga Sumatera Barat yang tengah berupaya bangkit setelah bencana besar melanda wilayah mereka.(*)