TajukRakyat.com,Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lewat Kanwil DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta membongkar praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 58,2 miliar yang dilakukan oleh TB, terpidana kasus penggelapan pajak yang kini resmi divonis bersalah.
Dalam keterangan resmi DJP, Sabtu (1/11/2025), terungkap bahwa TB menjalankan skema pencucian uang berlapis untuk menutupi jejak hasil kejahatan pajak.
“Sebagai langkah hukum, seluruh aset terkait senilai Rp 58,2 miliar telah dibekukan dan disita. Termasuk di dalamnya uang di rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah,” ungkap DJP.
Modus TPPU Pengemplang Pajak
Adapun modus pengemplang pajak menyamarkan uang hasil penggelapan melalui berbagai cara mulai dari penyimpanan dana tunai di bank.
Kemudian penukaran ke valuta asing, pengiriman dana ke luar negeri, hingga pembelian aset mewah bernilai tinggi.
Tak berhenti di situ, DJP juga memburu jejak uang haram TB yang disembunyikan di luar negeri.
Melalui mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau kerja sama timbal balik antarnegara dalam perkara pidana, pemerintah Indonesia kini bekerja sama dengan otoritas Singapura untuk menyita aset-aset TB yang diduga ditanam di negeri tersebut.
PT Uniflora Prima Terseret Kasus Penggelapan Pajak
TB diketahui merupakan beneficial owner PT Uniflora Prima (PT UP) — perusahaan yang terseret dalam kasus penggelapan pajak besar-besaran.
Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 19 September 2024, TB dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 634,7 miliar, setelah MA membatalkan vonis bebas dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun lalu.
Menjalin kolaborasi internasional dengan otoritas pajak dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan sejumlah yurisdiksi lainnya.
Langkah ini penting karena TB diduga menjalankan jaringan keuangan lintas batas yang kompleks untuk menutupi hasil kejahatannya.
Sebagai catatan, pada Maret 2023, TB sempat diserahkan DJP Jakarta Pusat ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat atas dugaan tindak pidana perpajakan dengan kerugian negara mencapai Rp 317 miliar.
Kasus bermula sejak 2014, ketika PT UP menjual aset senilai US$ 120 juta, namun menyembunyikan hasil penjualan di luar negeri dan tidak melaporkannya dalam SPT Tahunan PPh Badan. (*)