Kalangan Buruh Gajinya Juga Bakal Kena Potong Program Tapera

ILUSTRASI Tabungan perumahan rakyat (Tapera) untuk buruh dan pekerja.
ILUSTRASI Tabungan perumahan rakyat (Tapera) untuk buruh dan pekerja.

TajukRakyat.com,- Presiden RI Joko Widodo baru saja menetapkan program baru Tapera.

Tapera adalah tabungan perumahan rakyat.

Nantinya, dana simpanan yang disetorkan secara rutin dalam jangka waktu tertentu itu akan digunakan untuk pembiayaan perumahan bagi karyawan atau pekerja.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, setoran dana Tapera diambil dari pemotongan gaji tiap bulan yang besarannya sudah ditetapkan.

Peraturan ini berlaku terhitung sejak diundangkan pada 20 Mei 2024.

4 poin penting aturan dana Tapera 2024

Dikutip dari PP Nomor 21 Tahun 2024, berikut 4 poin penting terkait dana Tapera:

1. Peserta dana Tapera

Disebutkan dalam Pasal 6 ayat 2 PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, peserta dana Tapera adalah setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berusia minimal 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar.

Pekerja mandiri adalah karyawan dengan penghasilan di bawah upah minimum atau freelancer.

Selanjutnya, pada Pasal 7, disebutkan jenis pekerja yang menjadi peserta dana Tapera, di antaranya:

  • Calon Pegawai Negeri Sipil
  • Pegawai Aparatur Sipil Negara
  • Prajurit Tentara Nasional Indonesia
  • Prajurit siswa Tentara Nasional Indonesia
  • Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Pejabat Negara
  • Pekerja/buruh badan usaha milik negara/daerah
  • Pekerja/buruh badan usaha milik desa
  • Pekerja/buruh badan usaha milik swasta
  • Pekerja yang tidak termasuk Pekerja tetapi menerima gaji dan upah.

2. Besaran potongan dana Tapera

Pemerintah menetapkan besaran potongan dana Tapera yang akan diambil dari gaji karyawan setiap bulan.

Baca Juga:   Pengedar Sabu Desa Meranti Omas Loyo saat Ditangkap Polisi

Mengacu pada Pasal 15, dijelaskan bahwa besaran dana Tapera ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji yang diterima per bulan.

Besaran potongan dana Tapera itu dibayarkan dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Dibayarkan pemberi kerja: 0,5 persen
  • Dibayarkan pekerja: 2,5 persen.

Dalam Pasal 14, disebutkan bahwa potongan dana Tapera bagi pekerja mandiri atau freelancer dibayarkan secara mandiri.

3. Jadwal pemberlakuan dana Tapera

Berdasarkan Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020 dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerja kepada Badan Pengelola Tapera paling lambat sejak 7 tahun sejak tanggal berlakunya peraturan tersebut.

Artinya, pendaftaran kepesertaan dana Tapera wajib dilakukan paling lambat 2027.

4. Mekanisme potongan dana Tapera

Mekanisme penerapan potongan dana Tapera telah diatur dalam Pasal 20 PP Nomor 25 Tahun 2020.

Mengacu pada aturan tersebut, pemberi kerja dan pekerja mandiri wajib membayar simpanan dana Tapera setiap bulan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya. Uang tersebut disetorkan ke rekening dana Tapera.

Apabila tanggal 10 merupakan hari libur, maka dana Tapera dibayarkan pada hari kerja pertama setelah hari libur.

Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penyetoran dana Tapera akan diatur dalam Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

Bagaimana jika peserta sudah memiliki rumah?

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menerangkan, masyarakat yang sudah memiliki rumah tetap harus ikut membayar dana simpanan Tapera.

Baca Juga:   Aldi Sahilatua Nababan, Mahasiswa Asal Siborong-borong Tewas Mengenaskan di Bali, Keluarga Curiga

Di akhir masa kepesertaan, uang yang sudah disetorkan itu akan dikembalikan setelah peserta pensiun atau berhenti dari pekerjaan, yakni ketika berusia 58 tahun.

“Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya,” terangnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (28/5/2024).

Heru menjelaskan, pada dasarnya dana Tapera dibentuk untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi peserta.

Dengan begitu, peserta yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.’

KSPN Sebut Tidak Realistis

Merespons kebijakan terbaru Jokowi ini, kalangan buruh pun buka suara. Buruh menilai, aturan terbaru ini tidak realistis.

“Skema programnya tidak realistis,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi kepada CNBC Indonesia, Selasa (28/5/2024).

Lalu apa alasan Ristadi?

Dia mengaku ragu, Program Tapera yang baru ditetapkan ini mampu mewujudkan pekerja memiliki rumah sendiri.

Kalau pun iya, imbuhnya, setidaknya butuh 166 tahun bagi karyawan tersebut untuk akhirnya bisa membayar rumah yang dibeli seharga Rp250 juta.

“Coba hitung rasional saja, dengan iuran total 3% (2,5% pekerja+0,5% pemberi kerja) dikalikan upah minimum misal Rp3,5 juta, artinya sekitar Rp105.000 per bulan. Harga rumah minimalis misal sudah Rp 250 juta. Maka butuh sekitar 2 ribu bulan alias 166 tahun untuk bisa mengumpulkan Rp250 juta,” tukasnya.

Baca Juga:   Khairul Batak, Pengedar Sabu di Labura Akhirnya Nginap di Sel

“Itu kalau memang murni menggunakan dari tabungan Tapera. Tapi, kira-kira reliable nggak?” tambah Ristadi.

Memang, membeli rumah tak harus menunggu uang terkumpul sepenuhnya senilai harga rumah yang diidamkan.

Karena ada sistem pembayaran pembelian rumah atau KPR  beragam dengan berbagai mekanisme sesuai kemampuan calon pembeli rumah.

Dengan begitu, calon pembeli dengan gaji hanya Rp3,5 juta tak perlu harus menunggu 166 tahun untuk bisa membeli rumah.

Hanya saja, sistem itu tetap dianggap tak realistis bagi pekerja.

“Soal berat atau tidak, ya tergantung cara pandang pekerja. Kalau dianggap hitung-hitung nabung ya nggak berat. Karena dana Tapera tersebut tidak hilang dan bisa diambil,” cetusnya.

“Tapi kalau pekerja yang penghasilannya sudah kurang untuk menutupi biaya hidup, ya tentu berat,” sebut Ristadi.

Di sisi lain, dia menambahkan, program tersebut bisa saja dijalankan. Namun, tentu saja dengan subsidi pemerintah.

“Kecuali ada subsidi dari pemerintah sebesar 75%-nya dari harga rumah. Terlepas semua itu, niatnya pemerintah sudah bagus agar rakyat berpenghasilan rendah memiliki rumah. Tapi, skema programnya tidak realistis,” pungkasnya.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *