KSP Wanti-wanti Politik Identitas Jelang Pemilu 2024

Juri Ardianto
Juri Ardianto

TajukRakyat.com– Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP), Juri Ardiantoro mengingatkan agar semua orang tidak menyalahgunakan identitas seseorang untuk kepentingan politik.

Menurutnya, identitas itu semestinya menyatukan masyarakat, bukan justru menjadi alat pemecah belah.

“Kita perlu detailkan bahwa yang dimaksud adalah identitas yang merusak atau identitas yang dipakai untuk politik kebencian. Harusnya identitas untuk memperkuat persatuan, dan bukan untuk politik pecah belah,” kata Juri dalam siaran pers, Rabu (28/12/2022).

Juri pun menyambut baik langkah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang telah menganalisa isu-isu strategis menjelang Pemilu 2024.

Salah satu isu strategis yang lemah, kata dia, adalah potensi polarisasi sosial akibat politik identitas.

“Memang sekarang yang perlu diwaspadai adalah keterbelahan masyarakat yang tajam akibat politik identitas, terutama saat ini perkembangan teknologi informasi dan penggunaan media sosial sangat pesat,” kata Juri.

Berkenaan dengan masalah ini, Presiden Jokowi juga sempat meminta para calon presiden dan wakil presiden untuk tidak menggunakan politik identitas pada Pilpres 2024 mendatang.

Baca Juga:   Bus Lalupa Karona Tabrak Pemotor Hingga Tewas di Sidikalang

Presiden menegaskan bahwa politik identitas sangat berbahaya bagi Indonesia. Sehingga, politisasi agama serta SARA sebaiknya dihindari.

“Hindari ini. Lakukan politik gagasan, politik ide. Tapi jangan masuk ke politik SARA, politisasi agama, politik identitas jangan,” ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada Musyawarah Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) 2022 yang digelar di Solo, sebagaimana disiarkan Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (21/11/2022), dikutip dari Kompas.com.

Kepala Negara pun meminta agar perdebatan yang kelak dilakukan capres dan cawapres merupakan perdebatan ide dan gagasan dalam membangun bangsa, bukan perdebatan yang justru membuat situasi politik panas.

“Inilah yang sekali lagi saya ingatkan kepada para capres dan cawapres, untuk membawa suasana politik kita menuju 2024 itu betul-betul paling banter anget dikit, syukur bisa adem,” kata Jokowi.

“Debat silakan, debat gagasan, debat ide membawa negara ini lebih baik silakan. Tapi jangan sampai panas. Apalagi membawa politik-politik SARA. Tidak, jangan. Politisasi agama, tidak, jangan. Setuju? Politisasi agama jangan. Jangan,” tegasnya.

Baca Juga:   Angin Puting Beliung Rusak 132 Rumah di Mabar Hilir, Atap Beterbangan

Komentar PSI Bali

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto mengatakan, pemilihan umum pada 2024 nanti tidak sepanas tahun 2019.

Dia tidak menampik, bahwa bahwa politik identitas, menjadikan kelompok-kelompok seperti agama masih menjadi alat politik jitu untuk tujuan dalam Pemilu.

“Politik identitas, permainan isu Sara dan sebagaimanya masih, tapi tidak separah 2019 lalu, itu pasti akan muncul, sekarang saja sudah muncul orang sudah goreng-goreng ini itu,” kata Adi, dikutip dari Tribun Bali.

Kendati politik identitas sulit dihindarkan dari peta persaingan politik yang dinamis, Adi berharap bahwa isu-isu yang menyangkut SARA  tidak terlalu dominan muncul  ke publik.

“Pemilu harus dimeriahkan dengan baik, dengan suka cita, tidak dengan gontok-gontokan, harapan kami pendukung parpol dan capres tidak memainkan SARA, kita tidak bisa menghindari pasti ada,” ujar Adi.

“Tapi tergantung juga siapa yang akan bertarung head to head atau tiga pasangan, kalau head to head pasti akan lebih berat tidak ada yang memecah belah dan terkonsentrasi, jadi pendapat saya memang politik identitas dan politik SARA tidak separah tahun 2019 lalu,” bebernya.

Baca Juga:   Airlangga Hartarto Gagal Jadi Capres Golkar, Jusuf Kalla Singgung Kondisi Politik

Di samping itu, Adi yang sudah dua periode menjabat ketua DPW PSI Bali, menilai Pemilu 2024 lebih cair setelah masa Jokowi menjabat sebagai presiden habis 2024 mendatang.

“Karena Jokowi effect, kemungkinan ini lebih cair karena Jokowi selesai, ibaratnya semua seperti start dari nol lagi, dulu basis tertentu sulit masuk, sekarang lebih cair apalagi kita mendukung Ganjar Pranowo, PSI partai pertama yang mendukung Ganjar menjadi calon presiden, Bali agak lebih gampang masyarakat akan simpati dengan apa yang diperjuangkan,” pungkasnya.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *