TajukRakyat.com– Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan ada 65 persen perusahaan dana pensiun pelat merah yang bermasalah.
Hal itu disampaikan langsung Menteri BUMN, Erick Tohir.
Menurut Erick Tohir, untuk memperbaiki masalah ini, pihaknya akan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Erick berencana melakukan audit terhadap perusahaan pelat merah yang mengelola dana pensiun tersebut.
Menurut Pengamat Industri Keuangan Non-Bank sekaligus mantan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri, upaya yang akan dilakukan Menteri BUMN merupakan langkah yang bagus.
Menurutnya, BUMN selaku pendiri dan stakeholder dan sebagai Kementerian dan sah-sah saja melakukan audit untuk melihat permasalahannya di mana supaya dapat diperbaiki.
Suheri mengatakan, konteks perusahaan dana pensiun yang bermasalah yaitu ada beberapa perusahaan dana pensiun BUMN yang kondisi pendanaanya di bawah 100%.
“Akibat pendananaan di bawah 100% itu, maka pendiri harus melakukan top up atau iuran tambahan kalau seandainya rasio pendanannya di bawah 100%,” kata Suheri, dikutip dari Kontan, Senin (2/1/2023).
Suheri menjelaskan, kondisi tersebut kemungkinan yang.
Sebab, jika pendanaan di bawah 100% berarti kemampuan dana pensiun untuk memenuhi kewajiban sampai seluruh peserta mendapatkan manfaat pensiun itu tidak akan tercukupi.
“Karena tidak cukup maka dalam perhitungan diperlukan iuran tambahan dari pendiri, kondisi ini biasanya disebutkan kondisi tidak sehat,” jelasnya.
Suheri menuturkan, jika dilihat dari ketentuan bagaimana dana pensiun mengelola investasi sebetulnya ketentuannya sudah sangat jelas di POJK, di mana hanya boleh dalam instrumen tertentu, atau sekitar 19 kelompok instrumen yang diperkanankan.
Jika melihat investasi dana pensiun di pasar modal seperti berkaca pada kasus Asabri dan Jiwasraya itu terjadi lantaran permasalahan pada pemilihan instrumen pasar modal.
Di perusahaan dana pensiun, sebagian besar mereka membeli reksadana atau investasi di saham-saham sendiri atau langsung.
“Nah, memang ada beberapa reksadana yang bermasalah pada tahun 2019 dan 2020 karena Manajer Investasi dalam mengelola tersebut bermasalah dan reksadananya pun jadi tidak baik,” tuturnya.
Suheri mengatakan, yang menjadi permasalahan pada saat dana pensiun melakukan investasi di reksadana. Pada saat itu mungkin kondisinya bagus, underlying-nya juga bagus.
“Seiring berubahnya situasi, ada beberapa underlying yang jeblok dan berdampak pada nlai dari reksadana itu sendiri yang turun,” katanya.
Suheri memandang, pengelolaan yang salah adalah dari Manajer Investasi yang mengelola reksa dana tersebut dan mungkin yang terlanjur masuk tidak bisa keluar dan pada akhirnya asetnya bermasalah.(**)