Cadangan Nikel Indonesia Terancam Habis Dalam Waktu 11 Tahun

Ilustrasi nikel
Ilustrasi nikel

TajukRakyat.com,- Cadangan nikel di Indonesia terancam habis dalam 11 tahun jika pemerintah tidak mencari cadangan baru.

Hal itu disampaikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menurut pihak kementerian, menipisnya cadangan nikel juga tak terlepas dari pengembangan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) jenis Rotary Kiln Electric Furnance (RKEF).

“Ketersediaan Saprolit kalau tidak ada penambahan cadangan dan tidak ada penurunan produksi RKEF akan habis dalam 11 tahun,” terang Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, dikutip TajukRakyat.com dari CNBC, Rabu (13/3/2024).

Akibat itu, saat ini pemerintah sedang berupaya mencari cadangan-cadangan nikel baru.

Bahkan, pihaknya melakukan pembatasan pengeluaran izin untuk smelter nikel kelas 2 yang baru dibangun khususnya RKEF.

Baca Juga:   Akhirnya, Hendry CH Bangun Terpilih Jadi Ketua PWI Priode 2023-2028

“Perizinan baru untuk smelter RKEF di Kementerian ESDM ada kemungkinan tidak dikeluarkan lagi,” jelasnya.

Namun, Irwandy menegaskan pembatasan smelter dengan teknologi pirometalurgi tersebut masih berupa rencana pemerintah yang mana hingga saat ini pembatasan pembangunan atau moratorium smelter nikel kelas 2 yang menggunakan saprolit dalam jumlah besar di Indonesia belum diberlakukan.

Adapun, Irwandy mengatakan nantinya pembangunan smelter nikel baru di Indonesia akan didorong pada jenis smelter hidrometalurgi atau smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang menggunakan nikel kadar rendah (Limonit).

“Tidak dikeluarkan izin baru untuk pirometalurgi. (Akan) didorong ke hidrometalurgi,” tandasnya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM buka-bukaan perihal cadangan nikel Indonesia yang kian menipis.

Dalam catatan, cadangan nikel Indonesia bisa habis dalam kurun waktu 6-11 tahun lagi.

Baca Juga:   Polrestabes Medan Ikuti Kegiatan Polri Belajar Via Zoom Meeting

Menipisnya cadangan nikel di Indonesia sejatinya imbas dari banyaknya pembangunan smelter.

Tercatat, untuk nikel melalui proses pirometalurgi atau yang memproses nikel kadar tinggi terdapat sebanyak 44 smelter.

Sedangkan untuk nikel yang melalui proses hidrometalurgi yang memproses nikel kadar rendah sebanyak 3 smelter.

Dengan smelter yang ada, konsumsi bijih nikelnya untuk pirometalurgi dengan kadar tinggi, yaitu saprolite, adalah sebesar 210 juta ton per tahun.

Dan untuk hidrometalurgi yang menghasilkan bahan baku komponen baterai, memerlukan bijih nikel kadar rendah, yaitu limonite, sebesar 23,5 juta ton per tahun.

Saat ini masih terdapat smelter nikel dalam tahap konstruksi, di antaranya untuk proses pirometalurgi terdapat sebanyak 25 smelter dan smelter nikel melalui proses hidrometalurgi terdapat 6 smelter dalam tahap konstruksi.

Baca Juga:   Pecandu Sabu di Sidimpuan Buang Barbuk saat Ditangkap

Bahkan, masih ada rencana pembangunan smelter pirometalurgi sebanyak 28 smelter dan untuk smelter dengan proses hidrometalurgi sedang dalam tahap perencanaan sebanyak 10 smelter.

Secara keseluruhan cadangan nikel baik jenis saprolite dan limonite kira-kira tersisa 5,2 miliar ton.

Sementara dengan konsumsi yang seperti disampaikan atau mencapai sekitar 210 juta ton saprolite dan 23,5 juta ton limonite, maka umurnya hanya tersisa 6-11 tahun lagi.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *