TajukRakyat.com,Medan– Dua keluarga korban kekerasan anggota TNI mengajukan Judicial Review (JR) terhadap Undang-undang Nomor 31 tahun 1997, tentang tentang Peradilan Pidana Militer.
Judicial Review merupakan mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan yang lebih tinggi oleh lembaga peradilan.
Proses ini memastikan supremasi konstitusi dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan legislatif atau eksekutif.
Di Indonesia, kewenangan ini dibagi antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).
Judicial Review diterjemahkan sebagai “peninjauan kembali” atau “uji materi”, di mana hakim menguji apakah suatu undang-undang atau peraturan bertentangan dengan UUD 1945 atau peraturan di atasnya.
Menurut Jimly Asshiddiqie, ini adalah pengujian norma melalui mekanisme peradilan untuk menilai kebenaran hukumnya.
Tujuannya menjaga harmoni sistem hukum dan melindungi hak konstitusional warga.
Berkenaan dengan Judicial Review (JR) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi RI tersebut dilayangkan oleh Lenny Damanik dan Eva Meliani Pasaribu.
Lenny Damanik adalah orangtua dari pelajar berinisial MHS (15), yang anaknya meninggal dunia karena diduga dianiaya oknum anggota TNI.
Sedangkan Eva Meliani Pasaribu, adalah anak dari Rico Sempurna Pasaribu, wartawan yang dihabisi sekelompok preman dengan indikasi keterlibatan oknum anggota TNI.
Adapun JR tersebut diajukan ke Mahkamah Konstitusi RI, sebagaimana Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor: 265/PUU/PAN.MK/AP3/12/2025, tertanggal 15 Desember 2025.
“Judicial Review dilatarbelakangi atas penanganan perkara di Pengadilan Militer yang sangat jauh dari Keadilan. Pasal 9 angka 1 Undang-undang Peradilan Militer menyatakan Pengadilan Militer adalah pengadilan yang mengadili tindak pidana. Frase “Mengadili Tindak Pidana” seyogianya menciptakan ketidakpastian hukum sebagaimana yang disyaratkan konsep negara hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra, dalam siaran persnya, Selasa (16/12/2025).
Irvan mengatakan, frase ‘mengadili’ tindak pidana secara terang-benderang telah merugikan hak konstitusional para Pemohon, sehingga menyebabkan seorang TNI yang diduga melakukan tindak pidana umum masih disidangkan di Pengadilan Militer yang nyata-nyata telah bertentangan dengan Pasal 65 ayat (2) UU TNI.
“Secara fakta, hal ini telah terjadi terhadap Lenny Damanik di Pengadilan Militer I-02 Medan. Begitu juga dengan Eva Meliani Pasaribu yang mengalami kerugian secara potensial,” kata Irvan.
Ia mengatakan, ketidakadilan Peradilian Militer terlihat jelas ketika anggota TNI yang menjadi terdakwa harus diadili oleh Hakim, dituntut Odirtur, dan dibela Penasihat Hukum yang keseluruhanya merupakan anggota TNI.
Oleh karena itu, kata Irvan, sudah barang tentu secara hukum tidak adanya keadilan yang objektif di Pengadilan Militer.
“Bahkan dewasa ini Pengadilan Militer diduga menjadi tempat pelanggengan impunitas,” tegas Irvan.
Ia mengatakan, fakta yang tidak terbantahkan dapat dilihat oleh publik adalah kasus penyiksaan terhadap MHS (15).
Dalam perkara ini, terdakwanya, Sertu Riza Pahlivi (Terdakwa) hanya diputus 10 bulan penjara oleh Pengadilan Militer I-02 Medan.
“Parahnya lagi, selama proses persidangan pihak pengadilan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Semisal barang bawaan kuasa, pengunjung sidang diperiksa/digeledah, harus meninggalkan KTP dan dilarang melakukan perekaman,” kata Irvan.
Ia mengatakan, tuntutan dan putusan hakim Pengadilan Militer Medan merupakan pengkhianatan terhadap keadilan dan sangat merugikan para korban yang telah kehilangan nyawa anaknya/keluarganya.
“Sedangkan untuk kasus pembunuhan berencana dengan pembakaran yang menyebabkan kematian satu keluarga wartawan Rico Sempurna Pasaribu di Kabaupaten Karo, terdakwa sipil yang menjadi eksekutor divonis seumur hidup. Sementara oknum anggota TNI yang diduga kuat telibat, yakni Koptu HB sampai saat ini tidak dijadikan tersangka,” kata Irvan.
Sehingga, lanjut Irvan, para pemohon mengalami kerugian secara konstitusional.
Oleh karena itu, sambungnya, Judicial Review terhadap UU Peradilan Militer yang diajukan Lenny Damanik dan Eva Meliani Pasaribu melalui kuasanya LBH Medan, Kontras, Imparsial dan Themis Indonesia Law Firm nantiya dapat dikabulkan Mahkamah Konstitusi R.I.
Agar kedepannya tidak ada lagi korban yang tidak mendapatkan keadilan.
Adapun pasal yang dilakukan Judicial Review yakni Pasal 9 angka 1, Pasal 43 ayat 3 dan Pasal 127 UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer terhadap Pasal 1 ayat 3, Pasal 24 ayat 1, Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.(rio)