TajukRakyat.com,- Abdullah Imam, atau yang karib disapa Abdullah Wong dikenal sebagai seorang seniman.
Abdullah Wong lahir di Desa Jatirokeh, Brebes pada 12 November 1977.
Abdullah Wong menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pagar Nusa.
Ia juga merupakan pengurus Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Pada Sabtu (22/6/2024), Abdullah Wong dikabarkan meninggal dunia.
Seniman NU ini meninggal setelah menjalani perawatan di RS Fatmawati, Jakarta.
“Iya benar, tadi bakda ashar di RS Fatmawati,” ungkap Ketua Lesbumi PBNU, M Jadul Maula dikutip TajukRakyat.com dari NU Online.
Menurut Maula, informasi yang didapat, almarhum Abdullah Wong meninggal karena sakit jantung.
Namun untuk pemakamannya, Maula belum bisa memberi keterangan.
Sosok Abdullah Wong
Abdullah Wong adalah seniman yang cukup dikenal di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Abdullah Wong merupakan putra dari pasangan Almarhum Bachwar Wirya Saradimulya dan Almarhumah Chamilah bin Kyai Mahfudz bin H. Mi’raj.
Semasa kecil, Abdullah Wong menimba ilmu di TK Pertiwi Jatirokeh asuhan ibu Siti.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN II Jatirokeh.
Dilansir dari curiculum vitae Abdullah Wong, ia sempat mengenyam Diniyyah Awaliyah di Pesantren Al-Falah Jatirokeh, asuhan almarhum Kyai Tarsudi.
Sejak anak-anak sudah akrab dengan pengajian klasik.
Wong mengaji kitab-kitab klasik kepada almarhum KH. Nurcholis Mahmud, kemudian kepada KH. Hasyim, dan sejumlah ulama di Jatirokeh.
Pendidikan menengah ditempuh di MTs. Asyafi’iyyah, Jatibarang, kemudian dilanjutkan ke MAN Babakan Lebaksiu Tegal.
Di Babakan inilah Wong mengaji kepada KH. Malik bin Isa, hingga KH. Sya’roni.
Pada tahun 1995, Wong tamat dari MAN Babakan dan melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Kempek di Cirebon, Jawa Barat.
Di pesantren yang diasuh oleh Almarhum KH. Ja’far Shodiq ‘Aqiel, kakak kandung dari Prof. Dr. KH. Sa’id Aqiel Siradj ini, Wong mendalami khazanah kitab klasik.
Pada tahun 1999, Wong meninggalkan pesantren Kempek untuk merantau dan berkunjung ke sejumlah pesantren di tanah air.
Dari sini Abdullah Wong mulai menjalani pengembaraan, baik secara intelektual maupun spiritual. Ia mengunjungi para ulama dan pesantren-pesantren.
Tak hanya ulama dari kalangan muslim, Wong juga mulai mengunjungi tokoh-tokoh lintas agama.
Pengembaraannya menghantarkan dia sampai ke Jakarta.
Di Jakarta ia sempat tercatat di beberapa kampus. Pertama pada tahun 2001 ia tercatat di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan jurusuan Ilmu Komunikasi.
Merasa tak puas di UMJ, pada tahun 2005 Wong melanjutkan ke Sekolah Tinggi Filsafat (STF) – Driyarkara, Jakarta.
Di kampus Katolik ini Wong mendalami filsafat Barat.
Tak lama kemudian pada pada tahun 2009 Wong diterima di Islamic College for Advanced Studies (ICAS) a Branch London di Jakarta.
Di ICAS ini Wong mendalami filsafat dan metafisika Islam.
Selain bergulat di ranah intelektual, di ibukota inilah Wong mulai memerlihatkan jejak-jejak kebudayaannya.
Menulis sajak, mendirikan grup teater, menulis naskah dan menggelar pentas drama, hingga menulis lirik lagu.
Wong juga dikenal sebagai penulis dan editor lepas di beberapa penerbitan.
Menulis skenario film dokumenter untuk beberapa stasiun TV lokal dan Negara tetangga.
Menjadi kontributor kajian religi di KIS FM, Mustang FM, dan Lite FM.
Menulis naskah monolog berjudul Malingszt yang dipentaskan oleh aktor Mirzan Insani di UIN Jakarta.
Menulis naskah Cermin Bercermin dan dipentaskan pada 28 – 29 Oktober 2011 di Bentara Budaya Jakarta.
Di antara karya buku yang pernah ditulis adalah Beyond Motivation, Cinta Gugat, Novel Mada, Jimat NU.
Untuk Novel MADA pernah dipentaskan dalam bentuk drama teater kolosal arahan sutradara Bambang Prihadi di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 27 & 28 September 2013.
Novel MADA juga menginspirasi pameran instalasi MADA arahan Aidil Usman pada 18-24 Oktober 2013 di TIM, Jakarta.
Karya terbaru Abdullah Wong adalah sebuah novel berjudul Mata Penakluk yang berisi Manaqib KH.
Abdurrahman Wahid. Menurut penulis, novel ini akan dilanjutkan dengan sequel berikutnya dengan judul Hati Sang Penakluk.
Semasa hidupnya, Abdullah Wong aktif di berbagai kegiatan kebudayaan.
Ia kerap menjadi pembicara disuksi dan seminar, menulis dan membaca puisi, hingga menyampaikan orasi budaya di berbagai kota.
Wong juga bergiat di Laboratorium Teater yang ia dirikan.
Di Laboratorium Teater yang bermarkas di hutan kota Sangga Buana, Kali Pesanggrahan, Karang Tengah, Jakarta Selatan ini, Wong menjadi penulis naskah dan sutradara.(**)