TajukRakyat.com,- Sosok Mbah Benu atau Kyai Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo dikenal sebagai pemimpin Jemaah Aolia.
Mbah Benu kini viral di media sosial lantaran mengaku berteleponan dengan Allah.
Mulanya, ia diwawancara sekaitan dengan perayaan Idul Fitri Jemaah Aolia yang digelar pada Jumat (5/4/2024).
Lalu, Mbah Benu memberikan jawaban yang mengejutkan.
Ia mengatakan, penentuan Idul Fitri 1445 Hijriah atau 2024 Masehi setelah dirinya berkomunikasi dengan Sang Khalik.
Karena statemennya itu, video wawancaranya pun viral dan mendapat beragam respon dari masyarakat.
Setelah viral, Mbah Benu akhirnya menjelaskan maksud dirinya “menelepon” Allah.
“Jadi terkait pernyataan saya tadi pagi tentang istilah menelepon Gusti Allah SWT, itu sebenarnya hanya istilah. Yang sebenarnya adalah perjalanan spiritual saya, kontak batin dengan Allah SWT,” ujar Mbah Benu dikutip dari akun @merapi_uncover, Sabtu (6/4/2024).
Karena hal itu pula, banyak yang penasaran dengan sosok Mbah Benu ini.
Sosok Mbah Benu
Mbah Benu lahir di Pekalongan pada Sabtu Pon 28 Desember 1942.
Dia besar di Solotiang, Maron, Purworejo.
Semasa mudanya, Mbah Benu bernah kuliah di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.
Mbah Benu juga sempat menetap di Giriharjo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul sejak 27 Juli 1972.
Ayahnya sekaligus merupakan guru ngajinya yakni KH Sholeh bin KH Abdul Ghani bin Kiai Yunus.
Mbah Benu merupakan keturunan berdarah biru dari Purworejo.
Dia kiai independen yang tidak melibatkan diri dalam partai politik.
Adapun kata Pranolo 1 pada akhir namanya dinisbatkan pada kakek-kakeknya yaitu Raden Gagak Pranolo III, Raden Gagak Pranolo II dan Raden Gagak Pranolo I yang dimakamkan di Makam Gede daerah Cangkrep Purworejo.
Mbah Benu mendapatkan pengajaran mengaji dari ayahnya ketika masih tinggal di Purworejo.
Ayahnya merupakan lulusan berbagai pesantren besar di Jawa dan Madura seperti Krapyak, Termas, Lirboyo, Madura.
Bahkan merupakan salah satu murid Mbah Kholil Bangkalan, Madura.
Mbah Benu keluar dari UGM meski selangkah lagi mendapatkan gelar dokter.
Alasannya dia tidak mau memakan uang orang sakit, orang menderita dan orang meninggal, selain itu menganggap ilmu kedokteran merupakan ilmu yang dapat menimbulkan kemusyrikan.
Namun demikian ilmu kedokteran sudah dikuasainya, seperti suntik, diagnosis, terapi, sampai operasi kecil-kecilan hingga kemampuan spiritual.
Putra ketiga Pengasuh Jemaah Aolia, Musa Asigbillah, dikutip TajukRakyat.com dari liputan6 mengatakan, Mbah Benu ini mendapatkan keilmuannya secara laduni yang turun tiba-tiba ke pribadinya.
Menurut cerita, Mbah Benu pernah dibimbing oleh mursyid-mursyid.
“Beliau pernah mondok seperti di Pesantren Mbulus, pesantren daerah Maron Purworejo. Bahkan, beliau dibimbing juga mursyid-mursyid yang lain seperti Gus Jogo Rekso di Muntilan, Syech Jumadil Kubro dimakamkan di Gunung Turgi dan Sunan Pandanaran di Klaten,” ujarnya.
Dalam ajaran Islam, ilmu dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ilmu kasbi dan ilmu laduni.
Ilmu kasbi dapat diperoleh manusia melalui usaha seperti belajar, melakukan percobaan, dan lain-lain.
Sementara itu, ilmu laduni bersifat rahasia dan diturunkan secara langsung dari Allah ke dalam hati seseorang.
Sementara itu, Mbah Benu menjelaskan alasan mereka menyelenggarakan salat Id lebih awal ketimbang dengan penetapan pemerintah karena hal tersebut adalah keyakinan yang selama ini mereka anut.
Sebab, di Indonesia masih bebas memilih menentukan hari rayanya sendiri.
“Indonesia itu bebas. Mau hari raya silakan, tidak hari raya ya monggo. Mau puasa monggo tidak puasa monggo.”
“Itu tidak masalah, yang penting jaga persatuan dan kesatuan. Jangan menyalahkan yang lain, ndak boleh itu,” ujarnya.
Dia menambahkan, jemaahnya tidak pernah menjelekkan pihak lain.
Namun, jika dijelekkan, dia justru mempersilakannya.
Dia mengimbau kepada jemaahnya untuk tidak marah karena tidak ada kamus marah di Jamaah Aolia sesama anak cucu Nabi Adam.
“Jadi kita semua itu saudara. Harus saling mencintai satu sama lain. Harus mengajak kebaikan jadi sama orang lain agama lain tidak masalah.”
“Apalagi sesama muslim, tidak masalah. Apalagi sama pemerintah tidak masalah,” katanya.
Soal Lebaran Lebih Awal
Jemaah Aolia memiliki pemahaman berbeda dari pemerintah soal penetapan Salat Idul Fitri.
Fenomena Jemaah Aolia lebaran lebih awal bukan kali pertama terjadi.
Tahun 2023, Jemaah Aolia yang beralamat di Panggang III, Giriharjo, Panggang, Gunungkidul, juga menggelar Salat Id dua hari lebih cepat dari jadwal Salat Id yang ditetapkan pemerintah.
Pada saat itu Jemaah Aolia Salat Id pada hari Kamis (20/4/2023).
Sementara pemerintah menetapkan Salat Idul Fitri 2023 jatuh pada Sabtu (22/4/2023) dan PP Muhammadiyah menetapkan Salat Idul Fitri 2023 jatuh pada hari Jumat (21/4/2023).
Tahun 2024 ini, Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, akan melaksanakan Salat Idul Fitri hari ini, Jumat (5/4/2024).
PP Muhammadiyah menetapkan Salat Idul Fitri 2024 (1445 H) jatuh pada hari Rabu (10/4/2024).
Pemerintah belum menetapkan hari dan tanggal pelaksanaan Salat Idul Fitri 2024, tetapi diperkirakan akan sama dengan Muhammadiyah, yakni Rabu (10/4/2024).
Bila pemerintah menetapkan Salat Id 1445 H tanggal 10 Apri, berarti Salat Id yang dilaksanakan Jemaah Masjid Aolia lebih cepat atau ada selisih lima hari dengan tanggal Salat Id veri Muhammadiyah atau pemerintah.
Siapakah sebenarnya warga yang tergabung dalam jemaah Masjid Aolia ini ?
Kepastikan Shalat Idul Fitri jemaah Aolia tersebut diungkapkan oleh salah satu kerabat Imam Jemaah Masjid Aolia K H Ibnu Hajar Sholeh Pranolo (Mbah Benu), Daud saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Kamis (4/4/2024).
“Betul, besok (shalat idul fitri),” kata dia.
Kendati akan melaksanakan Shalat Idul Fitri pada Jumat (5/4/2024), dikatakannya tidak ada gema takbir pada hari ini, Kamis (4/4/2024) malam, dan akan dilakukan shalat isya berjemaah yang diikuti 30-an orang.
“Besok selesai Shalat Ied juga tidak ada acara halal bi halal, langsung persiapan jumatan,” kata dia.
Dikutip dari liputan6, putra ketiga Pengasuh Jemaah Aolia, Musa Asigbillah menjelaskan mengapa Jemaah Aolia melaksanakan Salat Idul Fitri lebih awal dan seperti apa Aolia yang diasuh oleh ayahnya tersebut.
Musa mengatakan bahwa Jemaah Masjid Aolia dipimpin langsung oleh Kiai Haji Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranowo atau lebih dikenal dengan nama Mbah Benu.
Setelah itu, Mbah Benu oleh jamaahnya disebut sebagai Mursyid atau guru.
Jemaah Masjid Aolia adalah jamaah yang menganut aliran Ahlussunah Wal Jamaah.
Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunah Nabi dan sunah khulafaurrasyidin setelahnya.
Musa mengaku bahwa Jemaah Masjid Aolia terbentuk sudah cukup lama sebelum dirinya lahir.
Dan hingga sekarang, Jamaah Aolia tersebar di berbagai daerah terutama Jawa Tengah dan DIY, bahkan tidak bisa menghitung secara pasti karena jumlahnya sangat banyak.
“Kalau secara pasti saya tidak tahu karena sangat banyak. Di (Kecamatan) Panggang ada sekitar 10 titik,” tutur dia.
Kemenag angkat bicara
Terpisah, Kepala Kantor Kemenag Gunungkidul Sya’ban Nuroni mengatakan, sudah mendengar informasi shalat Ied jemaah Masjid Aolia pada Jumat tersebut.
Sebagai kantor milik semua agama, pihaknya akan memberikan pendekatan kepada jemaah Masjid Aolia tersebut.
“Ada sesuatu permasalahan, dalam agama Islam tentunya kita melakukan pendekatan kepada tokoh agama, agar pengamalan keyakinan,”
“kemudian agar tidak menimbulkan permasalahan di tengah masyarakat,” kata Sya’ban.
Dia mengatakan, pendampingan akan memberikan edukasi kepada jemaah, untuk mengikuti organisasi keagamaan pada umumnya atau pemerintah.
Perlu diketahui, Jemaah Masjid Aolia sering berbeda dengan pemerintah maupun organiasasi keagamaan Islam dalam penentuan hari besar.(**)