TajukRakyat.com,- Satu anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror atau Densus 88 ditangkap oleh polisi militer.
Pasalnya, anggota Densus 88 itu ketahuan membuntuti dan memata-matai Jampidsus Kejagung RI Febrie Adriansyah.
Aksi tersebut terjadi pada Minggu (19/5/2024) kemarin.
Saat kejadian, Febri Adriansyah tengah bersiap makan malam di sebuah restoran Perancis yang ada di kawasan Cipete, Jakarta Selatan.
Kebetulan, polisi militer (PM) yang mengawal Febrie Adriansyah menyadari ada dua orang asing yang terlihat memantau pejabat Kejagung RI tersebut.
PM kemudian bergerak mengamankan satu orang anggota Densus 88.
Sementara satu orang lagi berhasil melarikan diri.
Dikutip TajukRakyat.com dari Tempo.co, menurut dua saksi yang mengetahui kejadian ini, beberapa dari mereka (diduga anggota Densus 88) tampak berada di beberapa titik sekitar 50 meter dari restoran.
“Setelah ditangkap itu, yang di sana-sana (sambil menunjuk tempat di luar restoran) lari. Ternyata sedang mantau,” kata dia.
Setelah penangkapan tersebut, Febrie menghubungi Kabareskrim Polri untuk meminta penjelasan. Namun, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Wahyu Widada, mengklaim tidak mengetahui apa pun dan meminta agar anggota Densus itu dibebaskan. Febrie pun menolak melepaskannya.
Febrie juga melaporkan kejadian ini kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, yang kemudian menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Setelah perbincangan antara para pimpinan penegak hukum tersebut, anggota Densus 88 dijemput oleh Paminal.
Namun, seluruh data di telepon seluler anggota Densus 88 itu telah diambil oleh tim Jampidsus.
Ketika diminta konfirmasi, Febrie tidak memberikan tanggapan.
Terkait peristiwa itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana enggan untuk buka suara.
Dia mengklaim tak mendapat informasi mengenai kejadian tersebut.
“Saya belum dapat informasinya,” kata Ketut saat dihubungi pada Kamis, 23 Mei 2024.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga masih belum memberi penjelasan mengenai peristiwa ini.
“Saya baru selesai giat pengamanan WWF di Bali dan masih ada lanjutan meeting beberapa ministry,” kata Listyo Sigit pada Rabu, 23 Mei 2024.
Sempat Mencekam
Dikutip dari tribunnews, adapun identitas dari anggota Densus yang tertangkap itu disebut-sebut berinisial IM dan berpagkat Bripda.
Saat itu dia diduga menyamar sebagai karyawan perusahaan BUMN dengan menggunakan nama inisial HRM.
Berdasarkan informasi yang diterima, dia saat itu tengah menjalankan misi “Sikat Jampidsus.”
Tak sendiri, IM diduga menjalankan misi bersama lima orang lainnya yang dipimpin seorang perwira menengah kepolisian.
Namun, hanya IM yang berhasil diamankan pengawal Jampidsus saat itu.
Buntut dari diamankannya anggota tersebut, sejak Senin (20/5/2024) Kejaksaan Agung disambangi rombongan kendaraan taktis (rantis), kendaraan pengurai massa (raisa), lengkap dengan motor trail dan senjata laras panjang.
Rombongan itu sempat berhenti cukup lama di depan gerbang Kejaksaan Agung di Jalan Bulungan, Jakarta Selatan pada pukul 23.00 WIB.
Beberapa kali mereka menggeber-geber hingga membuat petugas pengamanan dalam (pamdal) Kejaksaan Agung menutup gerbang.
Tak berhenti di situ, peristiwa serupa terjadi sehari setelahnya, Selasa (21/5/2024).
Saat itu Kejaksaan Agung kembali didatangi empat kendaraan hitam yang diduga milik Brimob dan sempat berhenti di depan gerbang Kejaksaan Agung sekira pukul 22.40 WIB. Saat berhenti, rombongan mobil itu membunyikan strobo beberapa kali.
Begitu empat mobil itu melintas, dua Mobil Polisi Militer yang semula parkir di sisi dalam gerbang Kejagung, langsung maju ke sisi luar gerbang.
Pada Selasa (21/5/2024) malam pula, terdapat kejadian yang lain yang tidak biasa di Kejaksaan Agung.
Sekira pukul 19.00 WIB, beberapa petugas pengamanan Gedung Kartika Kejaksaan Agung bergegas menuju lapangan di depan.
Mereka kompak berujar ada drone yang baru saja melintas.
Namun, belum sempat diketahui identitas drone tersebut lantaran hanya beberapa detik.
Setelahnya, tim penembak drone disiagakan.
Dari pinggir lapangan dekat parkiran Gedung Utama, sekira empat orang berbaju hitam tampak bersiaga, lengkap dengan alat penembak drone.
Tak berhenti di situ, rupanya beberapa petugas pengamanan dalam Kejaksaan Agung yang berjaga di gerbang belakang (Jalan Bulungan) sudah memakai rompi anti-peluru.
Dua Mobil Polisi Militer (PM) pun terparkir di depan gerbang sisi dalam, tak seperti hari-hari biasanya.
Pengamanan Kompleks Kejaksaan Agung pun dipertebal dengan tambahan personel dari berbagai kesatuan militer.
Tampak beberapa di antara personel tambahan mengenakan pakaian dinas harian Marinir Angkatan Laut.
Tambahan pengamanan juga tampak dikerahkan dari berbagai unsur, termasuk Polsek Kebayoran Baru.
Sebab mobilnya tampak terparkir pula di pinggir jalan depan gerbang Kejaksaan Agung.
Puluhan anggota tak berseragam juga tampak menyebar di sekitar di sekitar Jalan Bulungan pada malam itu.
Pihak Kejaksaan Agung kemudian buka suara terkait peristiwa malam tersebut.
Katanya, peningkatan pengamanan merupakan hal biasa ketika Kejaksaan Agung sedang menangani perkara besar.
Diketahui saat ini Kejaksaan Agung memang sedang menangani beberapa perkara korupsi dengan kerugian negara fantastis dan diduga melibatkan tokoh-tokoh besar.
Di antara perkara tersebut yakni korupsi timah, impor gula, emas, dan lain sebagainya.
“Kalau peningkatan keamanan biasa-biasa saja itu kan. Kita lagi menangani perkara gede. Eskalasi pengamanan harus kita tingkatkan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Jumat (24/5/2024).
Sedangkan terkait drone yang melintas di atas Kejaksaan Agung sampai disiagakan tim penembaknya, Ketut mengungkapkan bahwa itu sebagai hal yang biasa.
“Mungkin drone yang mutar beberapa kali ya biasalah kita. Itu kan kantor negara atau pemerintah. Pengamanan harus bagus,” katanya.
Sosok Febrie Adriansyah
Sejak menjabat sebagai Jampidsus Kejagung RI, banyak kasus korupsi yang diungkap oleh Febrie Adriansyah.
Beberapa diantaranya seperti kasus skandal mega korupsi PT. Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri dan korupsi BTS di Kominfo.
Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta itu menggantikan posisi Ali Mukartono yang kini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung RI.
Sebelum menjabat Kajati DKI Jakarta, Febrie pernah menjabat Direktur Penyidikan pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi.
Saat ini, Febrie Ardiansyah sedang menangani mega korupsi komoditi timah.
Sebanyak 16 orang sudah ditetapkan tersangka di antaranya Harvey Moeis, suami Sandra Dewi.
Dalam kasus timah ini, Febrie Ardiansyah sempat menyebutkan kalau pihaknya membidik kegiatan ekspor dari hasil pertambangan timah yang izinnya bermasalah itu.
Termasuk di antaranya, jumlah ekspor serta pihak eksportir. Pendalaman eksportasi timah tersebut dilakukan dengan memburu alat bukti berupa dokumen-dokumen.
Apalagi khusus di Bangka, pernah dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia mengungkap modus korupsi timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merugikan negara.
Rekam jejaknya
Dr. Febrie Adriansyah, S.H., M.H. lahir di Jakarta, 19 Februari 1968.
Meski lahir di Jakarta, tapi beliau besar di Jambi, pendidikan beliau dari SD sampai dengan strata satu diselesaikan di Jambi.
Saat ini beliau menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, banyak kasus korupsi big fish telah dituntaskan oleh beliau diantaranya kasus jiwasraya, asabri, garuda Indonesia, BTS Kominfo dan masih banyak lagi.
Febrie Adriansyah baru lima bulan menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta persisnya sejak 29 Juli 2021, sebelum menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Febrie Adriansyah menjabat sebagai Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung.
Debut Febri Adriansyah sebagai jaksa dimulai di Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, Kerinci pada tahun 1996 hingga.
Jabatan terakhirnya di Kejati Sungai Penuh adalah sebagai Kasi Intelijen.
Febrie kemudian berpindah-pindah tugas.
Ia pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Bandung, Aspidsus Kejati Jawa Timur, Wakajati Yogyakarta, Wakajati DKI Jakarta, dan Kajati NTT.(**)