Deretan Fakta Soal Tapera yang Bikin Buruh Menjerit

ILUSTRASI Demo buruh (detik)
ILUSTRASI Demo buruh (detik)

TajukRakyat.com,- Wacana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang digaungkan pemerintah bikin buruh meradang.

Eksesnya, kalangan buruh melakukan aksi di depan Istana Negara, Kamis (6/6/2024).

Dalam kesempatan ini, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, setidaknya ada 1.000 buruh yang turun ke jalan.

Mereka datang dari kawasan Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja.

“Sekitar 1.000 orang buruh dari Jabodetabek akan ikut aksi demo,” kata Said Iqbal, dikutip TajukRakyat.com dari CNBC Indonesia, Kamis (6/6/2024).

Dia mengatakan, aksi akan dimulai di depan Balaikota DKI Jakarta pada pukul 10.00 WIB.

Buruh kemudian akan bergerak ke Istana melalui kawasan Patung Kuda.

Buruh akan menggelar demonstrasi setelah pemerintah ngotot melaksanakan program Tapera yang dianggap mencekik kaum pekerja karena mewajibkan potongan 3% gaji sebagai iuran.

Sebelumnya aksi protes terhadap program ini juga sudah disuarakan masyarakat melalui media sosial.

Kata kunci Tapera menjadi trending topic di media sosial seperti Twitter.

Berikut ini merupakan 7 fakta mengenai Tapera yang menuai kontroversi.

1. Besaran potongan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024, telah menetapkan besaran potongan Tapera.

Besaran simpanan peserta itu ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari gaji atau upah yang dilaporkan setiap bulan untuk peserta pekerja, dan penghasilan rata-rata setiap bulan dalam satu tahun takwim sebelumnya dengan batas tertentu untuk peserta pekerja mandiri.

Untuk persentase besaran simpanan paling baru ditetapkan dalam Pasal 15 PP 21/2024. Dalam Pasal 15 ayat 1 PP itu disebutkan besaran simpanan pemerintah tetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Ayat 2 Pasal 15 nya mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%.

Sedangkan untuk peserta pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh mereka sebagaimana diatur dalam ayat 3.

Dasar perhitungan perkalian besaran simpanan peserta dilaksanakan dengan ketentuan pekerja yang menerima gaji atau upah yang bersumber dari APBN atau APBD diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dengan berkoordinasi bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Untuk pekerja BUMN, BUMD, dan Swasta diatur oleh menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Sementara itu, untuk pekerja mandiri diatur oleh BP Tapera, namun dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran simpanannya dihitung dari penghasilan yang dilaporkan.

“Besaran Simpanan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan evaluasi,” sebagaimana tertulis dalam ayat 6 Pasal 15.

2. Dipotong tiap tanggal 10

Pasal 20 PP Tapera pun menyebutkan, pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan Tapera setiap bulan, paling lambat tanggal 10, bulan berikutnya dari bulan simpanan yang bersangkutan ke Rekening Dana Tapera.

Bagi pekerja mandiri juga sama, setiap tanggal 10.

Bila tanggal 10 hari libur, maka simpanan dibayarkan pada hari kerja pertama setelah hari libur tersebut.

3. Yang wajib jadi peserta

Para pekerja di Indonesia, baik itu aparatur sipil negara (ASN) termasuk PNS, TNI/Polri, Pejabat Negara, Pekerja/buruh BUMN, BUMD, hingga karyawan swasta telah diwajibkan pemerintah untuk menjadi peserta dana tabungan perumahan rakyat atau Tapera yang dikelola oleh BP Tapera.

Baca Juga:   Tolak Perampasan Tanah, Ribuan Warga Demo Kantor Gubernur Sumut

Dalam Pasal 5 PP Tapera ditegaskan setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.

“Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi Peserta,” dikutip dari ayat 3 Pasal 5 PP Tapera.

Meski seluruh jenis pekerja itu telah diwajibkan menjadi peserta Tapera, dan pemberi kerjanya diharuskan mendaftarkan para pekerjanya di BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak berlakunya PP Tapera atau tepatnya pada 2027, ada sejumlah perbedaan ketentuan potongan tapera untuk masing-masing jenis peserta.

Ayat 2 Pasal 55 PP Tapera menyebutkan peserta dana Tapera ini terbagi menjadi dua, yaitu pekerja dan pekerja mandiri atau yang biasa disebut sebagai freelancer.

Adapun untuk jenis pekerja yang diwajibkan menjadi peserta didetailkan dalam Pasal 7, yang terdiri dari calon Pegawai Negeri Sipil; pegawai Aparatur Sipil Negara; prajurit Tentara Nasional Indonesia; prajurit siswa Tentara Nasional Indonesia; anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selain itu, pejabat negara; pekerja/buruh badan usaha milik negara/daerah; pekerja/buruh badan usaha milik desa; pekerja/buruh badan usaha milik swasta; dan pekerja yang tidak termasuk pekerja yang menerima Gaji atau Upah dengan usia minimal 20 tahun atau sudah menikah.

Untuk pekerja mandiri didefinisikan sebagai setiap warga negara Indonesia yang bekerja dengan tidak bergantung pada pemberi kerja untuk mendapatkan penghasilan.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial PHI) dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri menambahkan, program ini tak berlaku wajib bagi semua golongan pekerja atau buruh, sebab Pekerja dengan upah di bawah upah minimum yang berlaku, bebas dari kewajiban ikut program Tapera.

“Mengenai ekspresi yang disampaikan teman-teman pekerja dan pengusaha, bahwa ini gaji miris di bawah upah minimum, kan mereka nggak termasuk dalam cakupan Tapera ini. Mereka di-exclude-kan. Ini hanya berlaku bagi pekerja dengan upah di atas upah minimum provinsi maupun upah minimum kota/ kabupaten,” tegasnya.

4. Sanksi tak jadi peserta

Dikutip dari Pasal 55 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020, pekerja mandiri yang sudah menjadi peserta Tapera namun tidak membayar iurannya akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis.

Sanksi akan dikenakan oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) dalam jangka waktu paling lama 10 hari kerja.

Jika sampai dengan berakhirnya jangka waktu 10 hari kerja pekerja mandiri masih belum melaksanakan kewajibannya, yaitu membayar iuran, BP Tapera akan mengeluarkan sanksi peringatan tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari kerja.

Jika pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerja menjadi peserta Tapera, pemberi kerja akan mendapatkan sanksi sesuai pasal 56 ayat (1) PP 25 Tahun 2020.

Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, memublikasikan ketidakpatuhan pemberi kerja, pembekuan izin usaha, dan/atau pencabutan izin usaha.

Menurut pasal yang sama, peringatan tertulis pertama untuk jangka waktu paling lama 10 hari kerja oleh BP Tapera.

Apabila setelah jangka waktu tersebut masih belum melakukan kewajibannya, BP Tapera akan mengenakan sanksi peringatan tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari kerja.

Jika setelah jangka waktu tersebut pemberi kerja belum melakukan kewajibannya, maka pemberi kerja akan diberikan denda administratif.

Baca Juga:   Ngebut, Mobil Toyota Raize Tabrak Angkot, Tujuh Penumpang Luka

Denda dikenakan 0,1% setiap bulan dari simpanan yang seharusnya dibayarkan dan yang dihitung sejak peringatan tertulis kedua berakhir.

Adapun, denda administratif disetorkan kepada BP Tapera bersamaan dengan pembayaran simpanan bulan berikutnya dan menjadi pendapatan lain BP Tapera.

Kemudian, jika tidak membayar denda administratif, maka pemberi kerja akan diberikan sanksi memublikasikan ketidakpatuhan.

Sanksi ketidakpatuhan pemberi kerja ini akan dikenakan oleh BP Tapera dengan didahului izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lembaga keuangan dan otoritas berwenang lainnya untuk bukan lembaga jasa keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Sebagai catatan, peserta Tapera yang tidak membayarkan simpanan nantinya akan dinyatakan tidak aktif atau nonaktif.

Hal ini diatur dalam pasal 22 ayat 1 PP 25 tahun 2020.

5. Benefit

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho mengungkapkan kepesertaan Tapera bisa dimanfaatkan untuk membiayai Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Heru menuturkan sesuai peraturan, peserta Tapera bisa mengambil KPR untuk luas tanah maksimal 60-200 meter persegi.

Sementara itu, luas bangunan minimum 21 meter persegi dan 26 meter persegi.

Heru pun mencontohkan BP Tapera menghitung terdapat selisih angsuran Rp 1 juta per bulan jika peserta Tapera mengambil satu unit rumah susun dengan asumsi harga Rp 300 juta.

“Kalau komersial angsuran Rp 3,06 juta per bulan, kalau Tapera itu hanya Rp 2,1 juga per bulan. Itu termasuk tabungan sebelum dapat benefit atau manfaat peserta harus nabung untuk tunjukkan kemampuan atau kapasitas angsurannya,” tegas Heru. “Itu tingkatkan bankability-nya,” ujar Heru.

Tak hanya akan memiliki rumah yang terjangkau dengan bunga cicilan yang rendah, peserta Tapera, baik itu pekerja maupun pekerja mandiri, juga bisa mendapatkan pokok tabungan dan keuntungan hasil pemupukan dananya.

“Jadi benefit utama untuk penabung yang tidak memanfaatkan fasilitas KPR, atau kita sebut dengan penabung mulia, yang pertama tadi pengembalian pokok tabungan beserta hasil pemupukannya yang saat ini dari eks Bapertarum rata-rata di atas suku bunga deposito,” ucap Heru.

Manfaat lainnya yang kini tengah dikembangkan ialah berupa referral diskon-diskon khusus dengan merchant yang kini tengah dijajaki BP Tapera.

Di samping, sejumlah fasilitas kredit konsumsi atau skema lainnya yang masih terus dikaji oleh para pengurus BP Tapera.

“Sedang kami kembangkan manfaat-manfaat atau benefit tambahan, yang berupa referral seperti diskon-diskon khusus dengan beberapa merchant yang saat ini kami sedang kami jajaki,” ujar Heru.

“Ataupun dengan teman-teman perbankan terkait dengan kemudahan dari sisi fasilitasi kredit konsumsi bagi penabung mulia, atau skema lainnya yang saat ini sedang kami terus kaji, kembangkan dalam rangka beri benefit tambahan ke penabung mulia,” tuturnya.

6. Negara lain sudah duluan

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan, negara tetangga Indonesia sudah lebih dulu menerapkan program yang serupa dengan Tapera.

“Ada banyak negara yang sudah menerapkan. Yang paling dekat mungkin Singapura, Central Provident Fund, sifatnya wajib. Kemudian Malaysia Employes Provident Fund itu juga sifatnya wajib sumbernya sama dari tenaga kerja dan pemberi kerja. Di China ada Housing Provident Fund, dan di Korea Selatan ada National Housing Fund, dan ada yang lain-lain,” kata Herry dalam acara Konferensi Pers Kantor Staf Presiden tentang Program Tapera di Jakarta.

Patut diketahui, Central Provident Fund atau CPF adalah rekening manfaat wajib untuk pensiun, layanan kesehatan, dan perumahan yang dijalankan di Singapura yang wajib disumbangkan oleh semua penduduk. Warga dapat menarik diri dari CPF pada usia 55 tahun.

Baca Juga:   Timnas Prancis Melaju ke Perempat Final U-17, Menang Adu Finalti VS Senegal 5-3

Serupa dengan CPF, Employes Provident Fund (EPF) adalah skema tabungan wajib untuk masa pensiun para pekerja di Malaysia.

Manfaat yang didapatkan anggota EPF mulai dari jaminan pensiun, perlindungan kesehatan, hingga kepemilikan rumah.

Sementara itu, Housing Provident Fund (HPF) di China.

Pemerintah China memulai program ini untuk mendorong penghuni perumahan umum membeli rumah mereka.

Ini juga berguna untuk membantu mendanai pensiun bagi anggotanya

7. Pengusaha-buruh protes

Presiden Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat mengatakan, buruh menolak aturan ini.

Dia juga bilang buruh tidak pernah dilibatkan dalam lahirnya PP Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi PP Tapera sebelumnya PP Nomor 25 Tahun 2020.

“Sudah berat gajinya dipotong sekarang tabungan buruh sudah gak ada, kami kecewa dan menolak ini. PP ini tidak pernah ada keterlibatan secara komunikasi dengan pekerja buruh,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani meminta regulasi Tapera dikaji ulang karena memberatkan.

Program ini juga tak wajib bagi para buruh.

Dia juga mengungkapkan sejak awal kalangan serikat pekerja tidak dilibatkan dalam menyusun regulasi tersebut.

“Pemotongan 3% sangat memberatkan buruh dan kami mengusulkan Tapera tidak bersifat wajib. Kami usulkan bersifat opsional dan menjadi pilihan untuk bisa ikut atau tidak,” timpalnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI).

Ketua Umum Konfederasi KASBI Sunarno mengatakan pihaknya tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas aturan ini.

“Bahwa kami unsur serikat buruh yang mewakili buruh tidak pernah diajak dialog/diskusi untuk membahas PP 21 tersebut, sehingga sangat jelas pemerintah memutuskan aturan tersebut secara sepihak. Prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan,” sebutnya.

Bos pengusaha, yakni Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani juga telah menyatakan tak sepakat bila para karyawan kini harus dibebani potongan gaji untuk tabungan perumahan rakyat.

Ia pun mengungkapkan sederet potongan gaji yang telah menjadi beban pendapatan kelas pekerja saat ini dan membebani potongan pengusaha.

Beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24%-19,74% dari penghasilan pekerja. Ia pun mengungkapkan rincian dari beban potongan untuk iuran itu sebagai berikut:

i. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 ‘Jamsostek’): Jaminan Hari Tua 3,7%; Jaminan Kematian 0,3%; Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74%; dan Jaminan Pensiun 2%;

ii. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No.40/2004 ‘SJSN’): Jaminan Kesehatan 4%;

iii. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 ‘Ketenagakerjaan’) sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8%.

“Untuk itu, APINDO terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan, sehingga pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera dan Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI/Polri,” tutur Shinta.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *