Israel Serang Rafah, Raja Yordania Warning Amerika Serikat

Foto yang diambil pada 6 Mei 2024 menunjukkan asap mengepul menyusul pengeboman di timur Rafah di Jalur Gaza selatan, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas Palestina. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borell pada tanggal 6 Mei mengutuk perintah Israel agar warga Palestina yang tinggal di Rafah timur meninggalkan kota Gaza menjelang serangan darat yang diperkirakan akan terjadi. (AFP)
Foto yang diambil pada 6 Mei 2024 menunjukkan asap mengepul menyusul pengeboman di timur Rafah di Jalur Gaza selatan, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas Palestina. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borell pada tanggal 6 Mei mengutuk perintah Israel agar warga Palestina yang tinggal di Rafah timur meninggalkan kota Gaza menjelang serangan darat yang diperkirakan akan terjadi. (AFP)

TajukRakayat.com,- Ketegangan di wilayah Timur Tengah dipastikan kembali memanas.

Israel menegaskan akan kembali menyerang wilayah Palestina, khususnya Rafah yang ada di selatan Gaza.

Dikutip TajukRakyat.com dari CNBC, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (7/5/2024) menyebut serangan ini tetap akan dilakukan, meski mereka akan mencapai kesepakatan sandera dengan milisi milisi penguasa Gaza, Hamas.

“Kami akan masuk ke Rafah karena tidak ada pilihan lain. Kami akan menghancurkan batalion Hamas di sana, kami akan menyelesaikan semua tujuan perang, termasuk kembalinya semua sandera kami,” ujarnya, dikutip Associated Press.

Rafah sendiri merupakan titik paling Selatan Gaza yang saat ini telah menjadi pengungsian bagi 1,4 juta orang.

Para pengungsi tinggal di tenda-tenda yang padat, tempat penampungan PBB yang penuh sesak, atau apartemen yang penuh sesak, serta bergantung pada bantuan internasional untuk makanan.

Sejak Israel menyatakan perang sebagai respons terhadap serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober, Netanyahu mengatakan tujuan utamanya adalah menghancurkan kemampuan militer kelompok itu.

Israel mengatakan Rafah adalah benteng besar terakhir Hamas di Jalur Gaza, setelah operasi di tempat lain membubarkan 18 dari 24 batalyon kelompok militan tersebut.

Meski begitu, Hamas telah berkumpul kembali di beberapa daerah Gaza Utara dan terus melancarkan serangan.

Ditolak Dunia

Presiden AS Joe Biden telah menerapkan garis merah bahwa pihaknya tidak akan mendukung serangan lebih lanjut Israel ke wilayah Rafah.

Ini disebabkan potensi kerusakan dan kematian yang banyak.

Baca Juga:   Pargochy Tutup SMI 2023 Hari Pertama

Rabu lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengunjungi Israel dan melakukan percakapan dengan Netanyahu.

Beberapa sumber melaporkan bahwa diskusi itu sangat alot di saat keduanya membicarakan mengenai kemungkinan operasi Israel di Rafah.

“Kami tidak ingin melihat operasi darat besar-besaran di Rafah. Tentu saja, kami tidak ingin melihat operasi yang tidak mempertimbangkan keselamatan dan keamanan,” timpal juru bicara Keamanan Nasional AS John Kirby,

Mesir, mitra strategis Israel, mengatakan bahwa perebutan perbatasan Gaza-Mesir oleh militer Tel Aviv dapat meningkatkan arus keluar orang dari Gaza ke Negeri Piramida.

Ini lebih lanjut akan mengancam perjanjian perdamaian yang telah berumur empat dekade antara Kairo dengan Israel.

Kalkulasi Politik

Pertanyaan mengenai penyerangan Rafah mempunyai dampak politik yang besar bagi Netanyahu.

Pemerintahannya bisa terancam runtuh jika dia tidak melaksanakannya karena mulai adanya dukungan serangan itu dari mitra pemerintahannya yang ultranasionalis dan konservatif.

Salah satu anggota koalisinya, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, mengatakan pada hari Selasa bahwa menerima kesepakatan gencatan senjata dan tidak melakukan operasi Rafah berarti Israel “mengibarkan bendera putih” dan memberikan kemenangan kepada Hamas.

Di sisi lain, pengkritik Netanyahu mengatakan bahwa dia lebih mementingkan menjaga pemerintahannya tetap utuh dan tetap berkuasa daripada kepentingan nasional.

Dampak yang besar juga dapat timbul dari sekutu utamanya, AS, yang menolak serangan Rafah.

Raja Yordania Warning AS

Raja Yordania Abdullah II mengatakan kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam pertemuan pribadi pada Senin (6/5/2024) bahwa serangan Israel di Rafah akan menyebabkan “pembantaian baru” terhadap warga sipil Palestina dan mendesak komunitas internasional untuk mengambil tindakan segera.

Baca Juga:   Santriwati Curhat, Ngaku Dirudapaksa di Kamar Mandi Masjid Tembung

“Raja memperingatkan dampak serangan darat Israel di Rafah, yang dapat menyebabkan konflik regional,” kata sebuah pernyataan dari istana kerajaan Yordania setelah Abdullah makan siang bersama Biden di Gedung Putih, dilansir Reuters.

Israel melancarkan serangan udara di Rafah pada Senin dan meminta warga Palestina untuk mengevakuasi bagian-bagian kota tersebut, tempat lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi akibat perang tujuh bulan.

Pada Minggu, Hamas kembali menegaskan tuntutannya untuk mengakhiri perang dengan imbalan pembebasan sandera, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan tegas mengesampingkan hal tersebut.

Hamas juga menyerang penyeberangan Kerem Shalom menuju Gaza, yang menurut Israel menewaskan tiga tentaranya.

Dalam panggilan telepon pada Senin dengan Perdana Menteri Israel Benjmain Netanyahu, Biden menekan Netanyahu untuk tidak melanjutkan serangan militer Israel skala besar di Rafah. Presiden AS telah vokal dalam tuntutannya agar Israel tidak melakukan serangan darat di Rafah tanpa rencana untuk melindungi warga sipil Palestina.

Pernyataan Yordania mengatakan Abdullah dalam pertemuannya dengan Biden “memperingatkan bahwa serangan Israel di Rafah, tempat 1,4 juta warga Palestina menjadi pengungsi internal akibat perang di Gaza, mengancam akan mengarah pada pembantaian baru.”

Baca Juga:   Terjaring OTT Poldasu, Gubernur LIRA Sumut Minta Kasus Komisioner Bawaslu Medan Bermental Korup Diusut Tuntas

“Yang Mulia menekankan pentingnya semua upaya untuk segera mencapai gencatan senjata di Gaza,” katanya.

“Raja dan presiden AS menegaskan komitmen mereka untuk berupaya mencapai gencatan senjata yang berkelanjutan di Gaza, menekankan pentingnya memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan ke Jalur Gaza mengingat kebutuhan yang sangat mendesak.”

Pemerintahan Biden dan para pejabat Israel masih berselisih mengenai rencana serangan militer Israel di kota Rafah di Gaza selatan, di mana Israel memerintahkan warga Palestina untuk mulai mengevakuasi beberapa bagian pada hari Senin.

Biden terakhir kali bertemu Raja Abdullah di Gedung Putih pada Februari dan kedua sekutu lama tersebut membahas sejumlah tantangan yang berat, termasuk ancaman serangan darat Israel di Gaza selatan dan penderitaan warga sipil Palestina.

Yordania dan negara-negara Arab lainnya sangat kritis terhadap tindakan Israel dan menuntut gencatan senjata sejak pertengahan Oktober ketika korban sipil mulai meroket.

Perang dimulai setelah Hamas mengejutkan Israel dengan serangan lintas batas pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang dan 252 sandera, menurut penghitungan Israel.

Lebih dari 34.600 warga Palestina tewas dan lebih dari 77.000 orang terluka dalam serangan Israel, menurut kementerian kesehatan Gaza.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *