TajukRakyat.com,Medan– Debitur Bank Sumut, Ikhsan Bohari terancam hukuman 20 tahun penjara.
Ia didakwa melanggar Pasal 2 subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Dalam sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fauzan Irgi Hasibuan dan Desy menerangkan, bahwa terdakwa awalnya mengajukan Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) ke Bank Sumut.
Ia kala itu mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Sumut tahun 2017-2019 senilai Rp 17,9 miliar.
Ketika menerima fasilitas kredit itu, terdakwa menggunakan tiga perusahaan berbeda.
“Terdakwa Ikhsan Bohari menerima sembilan fasilitas kredit menggunakan tiga perusahaan yakni PT Bohari Mandiri Bersaudara, PT Bahari Samudra Sentosa, dan CV Gambir Mas Pangkalan pada tahun 2017-2019 senilai Rp17,9 miliar lebih,” ujar JPU Fauzan di hadapan Hakim Ketua, Andriyansyah, di ruang Cakra 8, Kamis (5/9/2024).
Namun, di tengah perjalanan, kredit tersebut macet.
Terdakwa hanya bisa mengembalikan pinjaman berkisar Rp 7,7 miliar.
Akibat kredit macet ini, negara mengalami kerugian yang cukup besar.
Berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 4.486.838.49.
Atas kerugian itu, jaksa kemudian memproses dan menahan Ikhsan Bohari.
Usai membacakan dakwaan, hakim kemudian menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Hakim Melotot Bentak Wartawan
Sidang pembacaan dakwaan Ikhsan Bohari sempat diwarnai suasana yang tidak mengenakkan.
Sebab, jurnalis Mistar.id, Deddy Irawan sempat dibentak dan dipelototi hakim.
Deddy merasa terintimidasi dengan sikap hakim Andriyansyah.
Kepada wartawan, Deddy menceritakan mulanya ia datang ke ruang Cakra 8 hendak meliput sidang kredit macet Ikhsan Bohari.
Lalu, saat dirinya mengeluarkan handphone untuk memfoto, hakim Andriyansyah mendadak meminta jaksa berhenti membacakan dakwaan.
“Hakim itu bilang, ‘sebentar-sebentar, ini siapa (yang foto-foto), dari mana’,” kata hakim dengan mata melotot, seperti ditirukan Deddy.
Mendengar hal itu, Deddy menjelaskan bahwa dirinya adalah jurnalis yang biasa melakukan peliputan di PN Medan.
Namun, hakim tersebut kembali bertanya, apakah Deddy sudah mendapat izin dari PTSP.
“Saya jelaskan, bahwa saya sudah menyampaikan izin,” kata Deddy.
Hakim pun kemudian memerintahkan jaksa melanjutkan membaca dakwaan.
Namun, ketika Deddy hendak kembali mengambil gambar, tiba-tiba hakim yang membebaskan eks Bupati Langkat terbit Rencana Peranginangin dalam perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini memukul palu sekeras-kerasnya di meja persidangan.
Hakim melotot ke arah Deddy.
“Kata hakim itu, ‘saya kan sudah bilang, sekali saja. Patuhi protokoler’. Ngomongnya ngebentak dan matanya melotot,” kata Deddy.
Padahal, menurut Deddy, selama ia bertugas di PN Medan, tak pernah terjadi pelarangan yang sedemikian rupa.
Selama ini semua wartawan boleh mengambil gambar asalkan sopan dan tidak mengganggu hakim.
Menurut Deddy, ia pun saat mengambil gambar tidak menggunakan blitz kamera.
Sehingga, Deddy pun merasa heran dengan sikap hakim Andriyansyah itu.
Humas PN Medan, Soniady Drajat Sadarisman membantah hakim membentak wartawan.
“Kalau bahasa mengusir nggak nyampai ke saya, yang nyampai ke saya mengingatkan mereka (jurnalis), pada saat persidangan mohon mengikuti prosedur dan protokol dalam persidangan. Itu sudah sering kita sosialisasikan,” katanya dikutip dari tribunmedan.
Disinggung apa yang dilanggar jurnalis sehingga hakim bernada tinggi, Soniady tak menjelaskannya.
Dia mengatakan bahwa hakim hanya mengingatkan saja.(rio/tbn)