TajukRakyat.com,Jakarta– Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren Al Zaytun kini dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri atas kasus dugaan penistaan agama.
Menurut informasi, Panji Gumilang disangkakan Pasal 14 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan atau Pasal 45a Ayat 2 Juncto Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dan atau Pasal 156a KUHP.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya punya waktu 1×24 jam untuk menahan Panji Gumilang.
“Penyidik masih mempunyai 1×24 jam (untuk menentukan penahanan). Ancamannya 10 tahun,” kata Djuhandani.
Ia mengatakan, kemungkinan proses pemeriksaan terhadap Panjid Gumilang akan dilanjutkan hari ini, Rabu (2/8/2023) di Bareskrim Polri.
Panji Gumilang dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait kasus penistaan agama.
Panji menjalani pemeriksaan sebagai saksi dua kali.
Pertama saat proses penyelidikan pada Senin, 3 Juli 2023 dan kedua saat proses penyidikan pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Panji Gumilang tiba di gedung Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi tadi siang pukul 13.15 WIB.
Kemudian, penyidik melakukan pengecekan kesehatan dan pemeriksaan dimulai pukul 15.00-19.30 WIB.
Usai pemeriksaan, penyidik menggelar perkara.
Ekspose itu dilakukan bersama Propam Polri, Itwasum, Divisi Hukum, dan Wassidik Polri.
Hasilnya, semua yang hadir dalam gelar perkara sepakat untuk menaikkan status Panji menjadi tersangka.
Panji dijerat tiga Pasal. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara.
Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong.
Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.(HP)