TajukRakyat.com,Medan – PT Gading Bhakti ajukan banding putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh.
PTUN Banda Aceh membuat putusan dalam Perkara Nomor : 3/G/2024/PTUN.BNA.
Dalam amar putusannya gugatan penggugat tidak diterima, dengan majelis hakim yakni Edi Sapta Suharza S.H, M.H selaku Hakim Ketua, Rizki Ananda S.H., M.H dan Adillah Rahman S.H M.H sebagai hakim anggota.
Putusan telah menimbulkan kerugian besar bagi PT.Gading Bhakti (penggugat) karena majelis hakim tidak memahami tujuan Dismissal Proses/Sidang Persiapan.
Dimana dalam perkara gugatan ini telah melewati Dismissal Proses yang dilaksanakan pada 5 Februari 2024.
“Sidang Dismissal Proses pertama yaitu Pemeriksaan Gugatan dan dilanjutkan perbaikan Gugatan pada Sidang Dismissal Proses/sidang persiapan kedua pada 19 Februari 2024,” ungkap Renee Amelia Pratiwi, SH didampingi Irvan Fadly Lubis, SH dan Kharistra Titan Qurrahman, SH dari Kantor Hukum Zulkifli Nasution, Andre Nasution & Rekan di Medan, kepada wartawan Selasa (25/6/2024).
Kata Renee lagi, dan Dismissal Proses kedua tersebut menyatakan gugatan penggugat telah memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka (9) dan angka (12) UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
“Hal itu kan telah memenuhi syarat menjadi objek sengketa di PTUN dan dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara, sedangkan tujuan Dismissal Proses adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh UU untuk menyeleksi perkara yang dianggap tidak layak untuk disidangkan oleh majelis hakim,” kata Renee.
Masih kata Renee, dengan demikian putusan majelis hakim yang memutus perkara penggugat PT. Gading Bhakti yang bersifat eksepsional tidak dapat diterima dan dapat dikualifikasi.
“Penggugat PT Gading Bhakti mengajukan gugatan terhadap pejabat Bupati Aceh Barat yang telah menerbitkan Surat Nomor 591.3/ tanggal 27 Januari 2023 tentang Surat Permohonan Rekomendasi Penetapan Tanah Terlantar Pemkab Aceh Barat, di areal HGU PT Gading Bhakti tanpa sepengetahuan penggugat PT Gading Bhakti, dimana tanpa adanya izin dari penggugat pejabat Bupati dan jajarannya telah melakukan survei, inventarisasi dan menetapkan areal HGU PT Gading Bhakti seluas 426 hektar yang telah diusahai sejak 2002 sebagai lahan terlantar,” papar Renee.
Dalam pemeriksaan persidangan pokok perkara telah dapat dibuktikan, kata Renee PT Gading Bhakti memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha, Amdal, UKL/UPL, dan Izin Usaha Perkebunan serta Nomor Induk Berusaha (NIB) yang semuanya masih aktif dan berlaku juga di atas Areal Perkebunan tersebut masih berdiri tegak.
Dengan begitu, sawit yang sampai saat ini masih produktif serta dapat dibuktikan telah menimbulkan akibat hukum atas terbitnya Surat Pejabat Bupati Nomor 591.3/ tanggal 27 Januari 2023.
Pemkab Aceh Barat mengakibatkan gangguan usaha penggugat untuk memanen sawit dilahan HGU milik penggugat yaitu dengan melakukan penghadangan terhadap karyawan yang dilakukan masyarakat dengan berpedoman Surat Pejabat Bupati Nomor 591.3/tanggal 27 Januari 2023 dan memberhentikan alat berat (beko) milik PT Gading Bhakti yang melakukan kegiatan pembersihan di areal perkebunan,” timpal Irvan Fadly.
Tidak hanya itu saja, Irvan mengatakan karyawan PT Gading Bhakti dilarang masyarakat untuk memanen sawit dengan menutup jalan masuk areal perkebunan serta pemagaran kawat berduri didalam areal perkebunan milik PT Gading Bhakti.
“Surat Pejabat Bupati Nomor 591.3/ tentang Surat Permohonan Rekomendasi Penetapan Tanah Terlantar Pemkab Aceh Barat tidak sesuai prosedur serta bukan merupakan kewenangannya,” tutur Irvan.
Selanjutnya, kata Irvan sudah sangat jelas Surat Pejabat Bupati Aceh Barat tersebut tidak sesuai prosedur dan bukan kewenangannya karena permohonan tanah terindikasi terlantar tersebut harus melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional dan setelah itu BPN baru mengusulkan ke Kementerian ATR/BPN setelah melalui proses tahapan-tahapan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021.
Bahwa dalam persidangan pokok perkara majelis hakim telah meminta kepada Penggugat PT Gading Bhakti untuk membayar biaya pemeriksaan sejumlah Rp 19.990.000 dengan tujuan pemeriksaan untuk membuktikan dilahan areal HGU telah diterlantarkan atau tidak, akan tetapi pemeriksaan tersebut tidak dilaksanakan oleh Majelis Hakim Perkara Nomor 3/G/2024/PTUN.BNA.
“Demikian perlu dipertanyakan kepada Majelis Hakim apakah tidak memahami jalannya proses persidangan dan “Ada Apa ?” di PTUN Banda Aceh yang dalam memberikan putusannya tidak konsisten dengan Dismissal Proses yang merupakan produk hukum PTUN Banda Aceh tersebut,” sebut Irvan.
“Kami selaku Kuasa Hukum penggugat PT Gading Bhakti dari Kantor Hukum Zulkifli Nasution, Andre Nasution & Rekan menyatakan banding atas putusan tersebut,” tandas Irvan. (rel)