Dua Bos Perusahaan Swasta Didakwa Suap Marsekal Madya Henri Alfiandi Rp 2,4 Miliar

Mulsunadi Gunawan
Mulsunadi Gunawan

Tajukrakyat.com,Jakarta– Mulsunadi Gunawan, Komisaris Utama PT Intertekno Grafika Cipta Sejati, sekaligus Komisaris PT Bina Putera Sejati bersama Direktur PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya didakwa menyuap Marsekal Madya Henri Alfiandi, eks Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) senilai Rp 2,4 miliar.

Dalam dakwaam jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebutkan, kasus dugaan suap ini menyangkut pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran (TA) 2021.

“Memberi cek senilai Rp 1.499.999.898,00 dan uang tunai sebesar Rp 999.710.400,00 kepada Henri Alfiandi,” kata Jaksa KPK Luki Dwi Nugroho dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Berdasarkan surat dakwaan, suap miliaran ini diterima Henri Alfiandi melalui Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Afri Budi Nurcahyo.

Jaksa menjelaskan, ketika Hendri Afandi menjabat sebagai Kepala Basarnas terdapat pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan pada tahun anggaran (TA) 2021 dengan nilai proyek sebesar Rp 8.372.925.000.

Selanjutnya, dilakukan pengadaan yang sama dengan nilai proyek sebesar Rp 14.999.998.975 pada tahun 2022.

Baca Juga:   KPU Targetkan Penghitungan Suara Nasional Selesai 20 Maret

Kemudian pada tahun anggaran 2023 kembali dilakukan hal yang sama dengan nilai proyek sebesar Rp 9.997.104.000.

Menurut Jaksa KPK, Henri Alfiandi meminta Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Basarnas untuk melakukan pengelolaan dana yang berasal dari pemungutan fee 10 persen dari nilai proyek yang ada di Basarnas.

“Alokasi pembagiannya sebesar 15 persen untuk Henri Alfiandi, 77.5 persen untuk operasional yang dikelola berdasar arahan Henri Alfiandi, sedangkan sisanya untuk cadangan ataupun yang lainnya,”

Menurut Jaksa KPK, Gunawan sudah kenal dengan Kabasarnas sejak tahun 2013 sejak Henri Alfiandi menjabat sebagai Komandan Lanud (Danlanud) Pekanbaru.

Keduanya disebut Jaksa, kerap berkomunikasi untuk membahas proyek yang sedang berjalan dan akan dilaksanakan di Basarnas.

Salah satunya adalah pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan TA 2021 sampai TA 2023.

Singkatnya, dilakukan pelelangan untuk pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan TA 2021 dengan pagu senilai Rp 8.438.579.600.

Kemudian, PT Sahabat Inovasi Pertahanan ditetapkan sebagai pemenang lelang berdasarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa Nomor 11/PPK- 04/SPPBJ/XI/SAR-2021 tanggal 16 November 2021.

Baca Juga:   SAH, Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

Akan tetapi, PT Sahabat Inovasi Pertahanan diberikan waktu terbatas atau kurang dari 1 bulan untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Selanjutnya, Direkut PT Sahabat Inovasi Pertahanan, William Widynata pun bertemu Kabasarnas untuk mendapatkan solusi terkait persoalan waktu yang terbatas itu.

Dalam pertemuan tersebut, Direktur PT Intertekno Grafika Sejati Marilya membahas pengalihan pekerjaan dari PT Sahabat Inovasi Pertahanan ke PT Bina Putera Sejati, milik Gunawan untuk bisa menyelesaikan proyek tersebut.

“Selanjutnya Afri Budi menjelaskan adanya arahan dari Hendri Alfiandi agar menyerahkan fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk setiap pekerjaan yang ada di Basarnas, atas penjelasan tersebut Marilya menyanggupinya,” papar Jaksa.

Atas perbuatannya, Gunawan dan Marilya dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Keduanya juga dijerat dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca Juga:   Daftar Negara dengan Kasus Bullying Tertinggi di Dunia

Sempat polemik

Untuk diketahui, kasus ini sempat menjadi polemik lantaran Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Henri Alfiandi ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap pengadaan sejumlah proyek di Basarnas hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023.

Namun, pihak TNI menilai penetapan tersangka oleh KPK tidak sesuai aturan karena Henri adalah perwira TNI aktif.

Oleh karena itu, proses hukumnya harus melalui peradilan militer.

KPK akhirnya meminta maaf dan menyerahkan kasus yang diduga melibatkan Henri Alfiandi ke Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.(Kompas.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *